Penghormatan Terakhir Untuk Eril
Oleh Fahd Pahdepie
Entah bagaimana, kita mencintai Eril nyaris tanpa alasan. Bukan karena ia anak seorang pejabat. Bukan karena kabar kematiannya luas tersiar. Bukan karena kita mengenalnya. Kita mencintai Eril karena hal-hal yang kita sendiri tidak mengerti. Allah lah Yang Maha Membolak-balikkan Hati.
Sejak dinyatakan hilang di sungai Aare akhir Mei lalu, persona Eril menyedot perhatian kita. Hampir setiap hari nama Eril menjadi ‘trending topic’, berjuta doa memohon keselamatannya, gelombang duka cita mengalir. Hingga akhirnya Eril dinyatakan wafat dan jasadnya ditemukan di Bendungan Engehalde, sekitar 5,1 km dari titik awal ia hanyut. Konon jasadnya utuh, dengan kepala menengok ke kanan, wangi eukaliptus.
Cerita-cerita Eril pun menghiasi linimasa media sosial kita. Cerita-cerita baik dan mengharukan. Kisah tentang seorang remaja yang menolak segala ‘privilege’ dari jabatan dan kekayaan orangtuanya.
Di bangku sekolah dan kuliah, hanya sedikit orang yang tahu Eril adalah putra sulung Ridwan Kamil, Walikota Bandung dan kemudian Gubernur Jawa Barat. Bahkan guru dan dosen banyak yang tak mengetahuinya, karena Eril tetap berpenampilan seperti anak-anak lainnya, tak pernah berusaha menunjukkan apalagi menyombongkan status sosialnya.
Eril pun dikenal dermawan dan setia kawan. Ia rela berkilo-kilo mengayuh sepeda untuk bisa berangkat sekolah bersama teman-temannya. Ia aktif di berbagai kegiatan sosial yang diselenggarakan sekolah dan kampus.
Saat masih masa pencarian jenazahnya, Kang Emil bercerita kepada saya bahwa ia dan keluarga baru tahu Eril sering keluar rumah mengendap-endap malam hari agar bisa berbagi makanan untuk mereka yang kurang beruntung di jalanan.
“Yang cerita satpam.” Kata Kang Emil dengan suara agak parau. “Bapak tahu nggak, kata satpam itu, A Eril kalau lagi nginep di sini [rumah dinas Gedung Pakuan], sering keluar malam-malam. Dia bawa makanan untuk dibagikan ke tukang becak, pemulung, siapa saja yang membutuhkan di jalan dekat rumah dinas. Kadang sampai ke Braga.” Cerita Kang Emil.
“Mungkin kebaikan-kebaikan rahasia ini yang membuat Eril didoakan banyak orang. Kami pun tak mengira. Ia sering memberikan kebaikan kepada orang-orang, kepada anak-anak yatim, tanpa diminta, tanpa ingin dilihat orang lain. Bahkan kami tidak tahu. Ternyata itu rahasianya jika kita ingin dipanggil dalam keadaan yang terbaik, berapa banyak kebaikan yang kita tabur untuk orang lain.” Kata Kang Emil.
Yang membuat kita jatuh cinta sebenarnya adalah bahwa Eril seperti kita. Atau kita pernah seperti Eril. Ia anak muda yang penuh idealisme dan masih berusaha mencari jati diri. Ia remaja biasa yang punya romansa yang manis bersama kekasihnya. Ia bersahaja. “Eril mah kan nggak tinggal di sini [di rumah dinas]. Dia lebih memilih tinggal di rumah botol [rumah pribadi keluarga Ridwan Kamil].” Kenang Kang Emil.
Kini, Eril telah tiada. Jenazahnya diterbangkan dari Swiss Sabtu (11/6) lalu dan tiba di Bandara Soekarno Hatta Ahad (12/6) petang. Ribuan orang sudah menantinya, di bandara, di sepanjang jalan tol, di rumah duka Gedung Pakuan, di lokasi pemakamannya di Cimaung, Kabupaten Bandung. Tak kurang pejabat negara, selebritas, hingga masyarakat berbondong-bondong bertakziah dan menyolatkan jenazahnya.
“Siapa yang ingin menjadi bunga indah di surga diiringi berjuta doa, maka taburlah berjuta benih kebaikan di dunia.” Tulis Kang Emil di akun Instagramnya. Kalimat itu ia dedikasikan untuk Eril, di bawahnya ia tulis nama lengkap putra kesayangannya itu, Emmeril Kahn Mumtadz, disertai foto. “Ini foto terganteng, foto terakhir yang saya jepret pribadi.” Tambahnya.
Kang Emil pun menyiapkan prosesi terbaik untuk puteranya itu. “Eril, saatnya kamu pulang ke negeri yang menguntai jutaan doa. Ke negeri para wali yang salah satunya adalah leluhurmu.” Tulis Kang Emil. Gubernur Jawa Barat itu bahkan mendesain khusus makam Eril, lengkap dengan masjid yang akan ia bangun dan diberi nama sesuai nama Eril, “Al-Mumtadz”, yang terbaik.
Pagi ini, Senin (13/6), Eril dimakamkan. Ribuan orang pergi mengantarnya. Jutaan orang mengalirkan doa. Kita berduka, bahkan menangis, di depan layar kaca, di depan layar smartphone kita masing-masing. Tak hanya Ridwan Kamil, Bu Atalia, Zara, Arka atau Nabila. Kita semua berduka.
Kullu nafsin dzaiqotul maut. Setiap yang berjiwa pasti akan mati. Kita tahu itu. Tapi tidak semua kematian bisa kita lepas dengan baik. Tidak setiap kepergian bisa kita kenang dengan indah. Tidak semua orang yang wafat bisa membuat kita ringan untuk mendoakannya dan membuat kita bersedih.
Ternyata Eril bisa. Entah bagaimana, kita mencintai Eril nyaris tanpa alasan. Entah kebaikan rahasia apa yang telah ia lakukan. Yang jelas, Eril mengajari kita tentang empati. Eril mengajarkan bangsa ini tentang empati.
Selamat jalan, Ril. You are gonna live forever in us.
FAHD PAHDEPIE
Salah satu yang mencintai dan mendoakanmu. Nyaris tanpa alasan.