Pendidikan keWirausahaan di Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) Ariyanti lebih menekankan pada pembentukan mental berwirausaha. Tujuannya untuk membentuk karakter peserta didik agar memiliki mental wirausaha. hasilnya, lulusannya tidak hanya dibekali keterampilan, tetapi juga memiliki inovasi dalam mengembangkan usaha dan punya daya saing untuk maju. Karena itulah lembaga yang kini di pimpin Ny. Isti itu dipercaya Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelatihan untuk menyelenggarakan Program Pendidikan Kecakapan Wirausaha (PKW). Program ini bertujuan untuk mendidik masyarakat kurang mampu untuk memiliki usaha.
Ny. Isti menuturkan program PKW yang diselenggarakan LKP Ariyanti untuk produksi pasty and bakery . Ada 50 peserta yang mengikuti program tersebut. Peserta sebagian besar kaum perempuan yaitu para ibu rumah tangga yang kurang mampu, anak putus sekolah dan menganggur. Usianya masih produktif, yakni kisaran antara 20 tahun hingga 40 tahun. “Kami memilih perempuan dalam program ini karena wanita harus memiliki penghasilan,” Ny. Isti, pengelola LKP Ariyanti.
Peserta program ini terdiri dari berbagai kalangan dan latar belakang salah satunya seorang ibu rumah tangga yang memiliki anak menderita Talesemia. Menurut Isti, beban hidup yang dialami para ibu yang memiliki anak menderita talesemia itu sangat berat. Apalagi mereka kebanyakan berasal dari kalangan kurang mampu. Bayangkan, setiap seminggu sekali, bahkan ada yang dua minggu sekali, mereka harus membawa putra untuk transfusi darah. Biaya yang dibutuhkan tidak sedikit. “Anak yang menderita talesemia ini membutuhkan tranfusi darah setiap minggunya. Karena itu mereka membutuhkan uang untuk biaya berobat anaknya,”katanya
Selain itu LKP Ariyanti juga merekrut peserta dari warga yang ada disekitar LKP. Ada juga dari kelompok wanita mandiri. Mereka semua kalangan masyarakat ekonomi bawah. Mereka juga tidak memiliki penghasilan, dan tidak memiliki biaya untuk mengikuti kursus. “Mereka kaum lemah dan perlu diberdayakan,”katanya.
Sebelum melaksanakan program ini, LKP Ariyanti melakukan screning data. Setiap calon peserta program mengisi formulir yang sudah disediakan oleh penyelenggara. Selanjutnya, satu persatu calon peserta didik mengikuti proses wawancara yang diselenggarakn tim LKP Ariyanti, Dari hasil wawancara itu, pihak LKP dapat mengetahui calon perserta didik yang memang mempunyai keinginan dan niat yang kuat untuk wirausaha dan mana yang hanya coba-coba saja karena tidak memiliki kegiatan. “Kita seleksi mulai dari administrasi hingga subtansi,”katanya.
Calon peserta didik yang akan mengikuti pelatihan diprioritaskan berasal dari masyarakat kurang mampu. Namun tidak semua masyarakat kurang mampu dapat mengikuti program ini dikarenakan terbatasnya kuota yang disediakan. Bagi yang telah mendaftar tetapi tidak bias mengikuti pelatihan, minimal mereka memiliki keinginan untuk maju. Kriteria lainnya adalah calon peserta didik memiliki akses untuk berwirausaha, seperti telah memiliki tempat tinggal yang tetap. “Kreteria ini penting, agar program ini bisa berjalan,”katanya
Mutlak yang harus dimiliki oleh calon peserta didik adalah niat dan keinginan kuat untuk berwirausaha, sifat ulet dan pantang menyerah. Sebab dalam merintis sebuah usaha dibutuhkan mental yang kuat. “Melalui interview kita mendapatkan gambaran mengenai sikap, kemauan, dan daya juang. Memiliki kemauan keras untuk maju dan merubah keadaan ke arah yang lebih baik itu penting,”ujarnya.
Ny. Isti punya alasan sendiri kenapa ia memberikan sejumlah kreteria dalam proses rekrutmen peserta didik. Isti mengaku pernah punya pengalaman buruk. Beberapa tahun lalu, lembaganya dipercaya Ditbinsuslat untuk menyelenggarakan program PKM (Pendidikan Kewirausahaan Masyarakat). Saat itu ia bekerja sama dengan sebuah yayasan yang mengurusi anak jalanan.” Waktu itu kami ingin memberdayakan anak jalanan melalui program PKM,”katanya.
Niat yang baik ternyata tidak menjamin hasilnya akan baik juga. Kenyataannya hasil dari program ini tidak sesuai dengan yang diharapkan. Selama pelatihan saja, tidak sedikit peserta didik yang mengundurkan diri tanpa alasan yang jelas. Mereka tidak memiliki komitmen, keinginan dan kemauan untuk mengikuti pelatihan ini. Bahkan paska pelatihanpun, pihaknya juga tidak dapat mengetahui kondisi anak jalanan tersebut. “Kami tidak tahu apakah mereka sudah bekerja atau berwirausaha. Mereka menghilang begitu saja tanpa bisa diketahui keberadaannya secara jelas,”katanya.
Diakui Isti hal ini terjadi karena pada saat itu pihaknya tidak melakukan wawancara langsung dengan calon peserta didik. Ia mempercayakan semuanya pada sebuah yayasan yang mengurusi anak jalanan dalam melakukan rekrutmen calon peserta didik. Akibatnya ia tidak tahu apa motivasi mereka untuk mengikuti program PKM. Bahkan ia juga tidak tahu latar belakang calon peserta didiknya. “Makanya dari pengalaman itu, kami harus menyeleksi calon peerta didik dengan benar dan ,”katanya.
Menyinggung proses pembelajaran yang dilaksana LKP Ariyanti dalam program PKW ini, Isti menjelakan sebelum melatih skill mereka, pesert didik terlebih dahulu mengikuti orientasi kewirausahaan. Melalaui kelas ini, LKP Ariyanti merubah cara berpikir peserta didik tidak menjadi pekerja melainkan berpikir sebagai seorang pengusaha. “Kita merubah peserta didik yang tadinya tidak menghasilkan uang, tidak bisa memproduksi barang, kita merubah pola pikirnya untuk berjiwa pengusaha,”jelasnya.
Selain itu peserta didik juga dibekali etika, mulai dari sikap, cara berkomunikasi hingga soal tata krama. Selanjutnya baru dilatih cara memproduksi pasty dan bakery. Mulai dari pengenalan bahan, cara membuat anek kue. Peserta didik diajarkan berbagai resep pasty and bakery . Mereka juga diarahkan untuk membuat berbagi inovasi dan kreasi makanan dengan harga yang lebih murah dan berbagai variasi produk turunannya. “Satu resep bisa diturunkan menjadi berbagai produk olahan lain yang lebih bervariasi,”tuturnya.
Setelah peserta didik dapat memproduksi pasty and bakery , mereka harus mempresentasikan produknya kepada manajemen LKP Ariyanti. Dalam presentasi itu, peserta didik harus bisa menjelaskan bagaimana produksinya, berapa harganya hingga akan dipasarkan di mana. Tujuannya untuk melatih mereka memiliki kepercayaan diri.
Pasca pelatihan, peserta didik langsung praktik membuka usaha. Setiap peserta didik harus memiliki spesifikasi produknya. Selanjutnya, pihak LKP melakukan pendampingan usaha, mulai mengontrol kualitas produk hingga kemasan. Selain itu LKP juga menghubungkan mereka dengan pasarnya. Salah satunya menghubungkan dengan sejumlah intansi pemerintah seperti Pemda. “Jadi kalau ada acara di Pemda mereka bisa memperoleh pesanan order kue boks,”katanya.
Tidak hanya itu. Isti juga menghubungkan mereka dengan sejumlah asosiasi bidang tata boga dan kewiraushaan. Dengan begitu mereka dapat mengakses informasi tentang wirausaha. Selain itu, LKP Ariyanti juga menghubungkan dengan sejumlah perusahaan. Seperti PT Boga Sari. Tidak ketinggalan untuk aspek permodalan Isti juga berencana akan menghubungan dengan dunia perbankan. “Di sana mereka dapat mengakses permodalan,”katanya.
Diakui Isti, dari sebanyak 50 orang yang mengikuti program PKW ini tidak semua berhasil membuka usaha. Hanya orang-orang yang memiliki daya juang dan ingin usahanya maju saja yang berkembang. Prosentasenya, hanya 50 persen yang aktif dan berhasil membuat usaha. Sisanya hanya membuat kue bila ada pesanan. “Kita juga membantu mencarikan order dan membantu mempromosikannya,”kata Isti.
Menurut Isti, para peserta program PKW kini sudah enam bulan merintis usaha. Dari usaha tersebut rata-rata memiliki penghasilan berkisar antara 300 ribu hingga 3 juta perbulan. Karena itu, ia selalu menekankan kepada peserta didik untuk selalu berinovasi, baik dari produknya maupun teknik pemasarannya. “Kalau tidak punya kemauan yang keras sulit untuk bekembang,”katanya.
Menurut pengamatan Isti, peserta didik yang tidak berkembang karena ada sejumlah kendala yang dihadapi salah satunya terbatasnya modal. Selain itu tidak memiliki semangat untuk mengembangan usaha. Sudah begitu mereka juga kurang kreatif dalam menjalankan usaha. “Daya juang mereka yang kurang,”katanya.
Menurut Isti, pihaknya memang tidak membuat kelompok bagi peserta didiknya. Ia pernah memiliki pengalaman, bila dibentuk kelompok usaha tidak berjalan. Biasanya di tengah jalan anggota kelompok akan meninggalkan kelompoknya. Kasusnya beragam, mulai tidak adanya kecocokan anggota kelompok hingga persoalan bagi hasil usaha. Karena itu, setiap peserta PKW merintis usaha masing-masing dirumahnya. Lagi pula, modal untuk membuka usaha juga tidak begitu besar. “”Setelah pelatihan mereka juga dibekali peralatan, dan bahan dasar. Bisa menjadi modal untuk buka usaha,”katanya.
Isti mengakui, sebenarnya produk yang dihasilkan peserta didik bagus dan sudah layak jual. Hanya saja soal kemasan dan modal seringkali menjadi kendala. Begitu juga soal pasarnya yang masih terbatas. “Selama proses merintis usaha, kami selalu melakukan pemantauan baik dari rasa maupu kemasan. Kita juga selalu mengunjungi usaha mereka untuk memberikan motivasi,”ujar Isti.
Menurut, Isti, sebagai penyelenggara program, ia mengungkapkan kalau program PKW ini sangat bagus sekali. Selain membekali peserta didik dengan keterampilan, juga di bimbing untuk membuka usaha. Bahkan diberikan modal usaha. Karena itu ia menilai, banyak masyarakat kurang mampu yang terbantu melalui program ini. “Program ini sangat bermanfaat dan dapat membantu meningkatkan ekonomi masyarakat,”tuturnya.(bw)
Sumber:kursusonline.com