ﺁﻟﻠّﻬُﻢَ ﺻَﻠّﯿﮱِ ﯛﺳَﻠّﻢْ ﻋَﻠﮱِ ﺳَﻴّﺪﻧَﺂ ﻣُﺤَﻤّﺪْ ﻭَ ﻋَﻠﮱ ﺁﻝِﺳَﻴّﺪﻧَﺂ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ
Dikisahkan pada zaman dahulu…
Ada seorang Syarifah, cucu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari kalangan Sa’adah Ba’alawiyin yang telah lama menjanda bersama anak-anaknya.
Setelah ditinggal wafat suaminya, sang syarifah itu terpaksa menjual rumahnya.
Kian hari…
Kehidupan ekonomi sang janda miskin itu makin sulit mendapatkan penghasilan, hingga ia dan anak-anaknya yang masih kecil terusir dari rumah sewaannya.
Sang Syarifah tak tahu harus pergi kemana meminta pertolongan.
Di sana ada seorang ulama besar dan sekaligus seorang mufti terkemuka.
Maka Syarifah itu mendatangi ulama mufti itu untuk sekadar meminta izin bertempat tinggal sementara di rumahnya yang besar itu.
Lantas mufti itu berkata :
“Apa bukti engkau keturunan Rasulullah?”
Syarifah tidak bisa berkata-kata apa. Karena maklum pada masa itu, belum ada lembaga Rabithah Alawiyyin yang mengeluarkan semacam paspor untuk melegitimasi seseorang benar seorang Syarif atau Syarifah keturunan Sayyidina Hasan atau Sayyidina Husain, cucu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Si Syarifah terdiam tak mampu meyakinkan sang ulama.
Si ulama enggan membantu Syarifah bahkan mufti itu mengusir Syarifah dan anak-anaknya.
Pada malam harinya…
Si ulama bermimpi akan memasuki surga. Dia menyaksikan istana-istana megah yang sungguh sangat indah.
Sang Mufti berharap bisa memasukinya.
Saat ia melangkah ingin memasukinya, ada seseorang yang menahannya.
Oleh seorang penjaganya, ulama itu ditarik paksa keluar untuk menjauhi istana itu.
Sang penjaga berkata :
“engkau harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”.
Sang ulama segera mendatangi Rasulullah yang berdiri tak jauh dia berada :
“Duhai Rasulullah, aku fulan bin fulan. Dulu aku sewaktu di dunia mencintaimu, banyak bersholawat padamu, mengapa aku tidak diizinkan memasuki istana yang indah itu.
Akuilah aku sebagai umatmu.
Berilah aku syafa’atmu.”
Lantas dijawab oleh Rasulullah :
“Mana bukti engkau umatku ?”
Si ulama terdiam tak mampu membuktikan apa-apa.
“Mengapa saat datang keturunanku meminta perlindungan padamu, engkau masih mempertanyakan dan meminta bukti ?”.
Engkau katakan cinta padaku, namun kau memusuhi anak dzuriat keturunanku.
Engkau bela orang yang memusuhi anak cucuku.
Tidak ada cinta bagi orang yang tak mencintai keturunanku.
Sang ulama itu terbangun.
Ia menangis sejadi-jadinya.
Ia sangat menyesal mengabaikan janda Syarifah miskin beserta anak-anaknya yang hanya sekedar meminta pertolongan.
Esok harinya, ulama itu pergi mencarinya.
Berhari-hari ulama itu mencari sang Syarifah itu.
Bertanya ke sana ke mari.
Hingga di dapatlah kabar sekarang Syarifah itu telah mendapatkan tempat tinggal sementara di rumah seorang tokoh pemuka agama Yahudi.
Sang ulama mengatakan :
“Serahkan Syarifah yang tinggal di rumahmu itu padaku, biar aku saja yang menampungnya”.
Namun, sang pemuka Yahudi itu menolak menyerahkan syarifah dan anak-anaknya.
Bahkan, tokoh Yahudi itu telah memberikan separuh bagian rumahnya untuk ditinggali selamanya oleh Syarifah dan anak-anaknya.
Sang ulama terheran-heran mengapa pemuka Yahudi itu begitu ngotot mempertahankan syarifah itu.
Apa untungnya baginya ?
Bukankah dia dan Syarifah itu berbeda agama ?
Pikir sang ulama itu.
Sang tokoh Yahudi mengatakan :
“Wahai ulama, dulu aku tidak percaya pada Nabi Muhammad, tapi tadi malam beliau datang menemuiku dan mengucapkan terima kasih atas bantuanku menolong anak cucunya yang sedang dalam kesusahan.
Beliau telah memberikan jatah istana indah di surga itu padaku. Maka saksikanlah aku berikrar :
“Asyhadu alla ilahaillallah wa Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah”.
“Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah, dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah.”
Sebenarnya dari kisah di atas, kita Wajib menolong siapapun yang kesusahan Baik dari dzuriat Nabi atau orang biasa bahkan yang non Muslim sekalipun.
Karena itu yang diajarkan Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Hari ini banyak orang Islam mengaku cinta pada Rasulullah, namun mereka ikut mencela dan memusuhi terhadap cucu dzuriat Rasulullah .
Semoga kita di selamatkan dari membenci sesama Umat Nabi Muhammad dan keturunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Allahumma laa taj’alna minhum al-aduw wa adza wal syaqaawat ila dzuariat ahli baitir Rasulillah.
Referensi cerita :@cahayatareem