Setiap Cobaan Datang Sebuah Proses Pendewasaan Diri |

Ancaman Kehancuran PDI-P dan Trah Soekarno

Ancaman Kehancuran PDI-P dan Trah Soekarno

Oleh: Smith Alhadar

Penasihat Institute for Democracy Education (IDe)

 

Dlm perayaan ultah PDI-P ke -50 thn lalu, Ketum PDI-P Megawati Soekarnoputri mengklaim dirinya “cantik”, “kharismatik”, dan “pintar”. Klaim ini akan diuji dlm pilpres mendtg. Tapi telah muncul indikasi yang akan membantah klaim itu.

Pencapresan Ganjar Pranowo, Gubernur Jateng, yang disangka Mega akan mnjdi magnet bagi parpol-parpol lain untuk bergabung dengan PDI-P membentuk koalisi besar ternyata jauh panggang dari api.

Sejauh ini hanya PPP yg telah yg bersedia bergabung  dengan PDI-P membentuk koalisi. Namun, parpol ini adalah cek kosong. Mayoritas konstituennya merupakan simpatisan Anies Baswedan  yang diusung Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP).

Gerindra, PKB, dan Golkar telah menyatakan akan membentuk koalisi tersendiri dgn Prabowo Subianto sebagai bacapres. Bakal cawapresnya kemungkinan besar adalah Ketum Golkar Airlangga Hartarto setelah Ketum PKB Muhaimin Iskandar memberi isyarat tak keberatan bila Airlangga mendampingi Prabowo.

PAN memang blm menetapkan pilihan dgn kubu mana ia akan bergabung. Namun, sbgm PPP, PAN juga cek kosong, sehingga ke kubu mana pun ia bergabung, hal itu tak akan memberi insentif elektoral yg signifikan bagi pasangan yg didukungnya.

Sangat mungkin PAN akan bergabung dengan koalisi yg dibangun Gerindra, Golkar, dan PKB, karena lebih menjanjikan kemenangan ketimbang koalisi PDI-P-PPP.

Fenomena ini menunjukkan Ganjar Pranowo tak laku dijual. Penyebabnya, pertama, menurut hasil survey CSIS, Anies dengan pasangannya akan memenangkan pilpres dengan siapapun yang dihadapi.

Kedua, Ganjar adalah gubernur nirprestasi dan nirintegritas. Di bwh kepemimpinannya selama 9 thn, Jateng hadir sbg provinsi termiskin di Pulau Jawa.

Ketiga, kasus kekerasan di Desa Wadas dan Pegunungan Kendeng — keduanya di Jateng — memperlihatkan sikap Ganjar yg tdk pro-rakyat. Ia lbh berpihak pd oligarki ketimbang wong cilik. Di Wadas ia mengirim aparat bersenjata lengkap untuk mengintimidasi warga desa yg ogah menjual lahannya untuk dijadikan tambang batu andesit.

Memang tambang ini berpotensi merusak lingkungan sehingga mengancam mata pencahrian desa itu sabagai petani. Itu sebabnya, UU melarang lahan warga dijadikan daerah tambang. Berdasarkan alasan yg sama, yakni kerusakan lingkungan, warga Pegunungan Kendeng menentang pembangunan pabrik semen di daerah mereka. Dlm hal ini, sesungguhnya Ganjar tak mewakili ideologi Soekarnoisme.

Keempat, Ganjar diduga kuat terlibat kasus megakorupai e-KTP. Ia menerima tak kurang dari 520 ribu dollar AS. Hal itu diungkap Muhammad Nazaruddin, Bendahara Partai Demokrat, di pengadilan. Dihentikannya proses hukum trhdp Ganjar mungkin sekali terkait dgn posisinya sbg elite PDI-P.

Kelima, elektabilitasnya sempat turun menyusul penentangannya trhdp kedatangan timnas Israel dlm ajang Piala Dunia U-20 yg akan diselenggarakan di bbrapa daerah di Indonesia, trmasuk Jateng.

Keenam, Ganjar diserang netizen terkait pengakuannya bhw ia menyukai film porno ketika menjadi tamu di podcast Deddy Corbuzier. Sikap Ganjar ini menunjukkan ia tdk peka pada sentimen publik di tanah air.

Mungkin ia menganggap sikap jujurnya itu akan mndpt simpati masyarakat. Tapi ia lupa bahwa kasusnya merupakan pelanggaran etika dan norma masyarakat. Hal ini wajar. Di Inggris yg sekuler pun publiknya tak bisa menerima anggota parlemennya menonton film bokep, apalagi di tanah air di mana ajaran agama msh mnjdi pedoman hidup.

Kalau melihat posisi Ganjar yg rentan di mata publik, mengapa tiba-tiba Mega mengusungnya setelah sebelumnya mencampakkannya? Para pengurus teras PDI-P malah menjulukinya sbg pangeran tik tok krn ia lebih suka bermain di platform medsos ketimbang mengurus rakyat.

Menurut Rocky Gerung, ada sebuah ruang di Istana yg rutin dijadikan tmpt berkumpul para oligark, menteri utama, dan lembaga survey, pd setiap pukul 4.20 pagi. Dari sini mereka membuat fabrikasi (pemalsuan) ttng keunggulan Ganjar demi menekan Mega agar segera mengusungnya sbg capres. Mereka mengabaikan DPP PDI-P Puan Maharani yg sdh lama dipersiapkan Mega untuk menjadi RI1 shingga dpt menjaga keutuhan PDI-P dan melanjutkan trah Soekarno.

Krn PDI-P butuh dukungan oligarki — dan mungkin jg tertipu oleh fabrikasi di Istana — Mega terpaksa mengusung Ganjar. Lalu, mengapa parpol-parpol lain di luar KPP (Nasdem, Demokrat, PKS) tak juga ikut bergabung dgn PDI-P untuk mengusung Ganjar? Bukankah itu berarti oligarki dan Jokowi tdk menghendakinya?

Alasannya, mungkin krn elektabilitas Prabowo telah jauh meninggalkan Ganjar setelah hasill survey yang tak dipublikasikan menunjukkan sesungguhnya elektabilitas Ganjar tidak seperti yang dilaporkan selama ini. Menurut hasil survey Litbang Kompas terkini, pendukung  Ganjar hanya terkonsentrasi  di Jateng dan Jatim.

Kedua, Ganjar telah berada di luar lingkaran pengaruh Jokowi setelah dirampas PDI-P. Dgn demikian, Ganjar akan lbh patuh pd Mega ketimbang Jokowi. Ketiga, terkait point kedua, Ganjar tak dpt diandalkan untuk mengamankan Jokowi dan keluarganya, meneruskan legacy dan kebijakannya pasca lengser.

Keempat, selain punya peluang menang cukup besar, oligarki lbh percaya pd Prabowo, seorang pebisnis, untuk menjaga kelangsungan status quo. Toh, Prabowo adalah menteri Jokowi sehingga mestinya ikut bertanggung jwb trhdp pemerintahan yg ditinggalkan pemimpinnya itu.

Terkait sikap Jokowi yang lebih condong pada Prabowo terlihat dari manuver Ketum PKB dan Ketum Golkar yg menjumpai Presiden ke-6 Soesilo Bambang Yudhoyono selaku Ketua Dewan Pembina Demokrat.

Tdk mungkin mereka melakukan ini tanpa dorongan Jokowi. Pertemuan Cak Imin dan Airlangga dgn SBY mungkin sj diniatkan untuk membujuk Demokrat berkoalisi dengan mereka atau tawaran lain terkait pilpres.

Khusus menyangkut Golkar, pertemuan Airlangga dgn SBY bisa jd merupakan tawaran Airlangga bergabung dgn KPP dgn syarat ia menjadi bakal cawapres bagi Anies. Namun, nampaknya usaha Cak Imiin dan Airlangga gagal.

Sementara, nampak Jokowi kini bersikap realistis bhw Anies tak bisa disingkirkan dari arena pilpres setelah muncul warning dari Pangdam Siliwangi Kunto Arief Wibowo yg akan mengambil tindakan sesuai konstitusi bila pilpres tdk jujur dan adil sehingga keamanan negara terganggu.

Sikap realistis Jokowi itu terlihat mencolok ketika Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan bebrapa hari lalu mengadakan pertemuan dgn Ketum Nasdem Surya Paloh untukmenawarkan bakal cawapres bagi Anies.

Menyikapi hal ini, Anies menyatakan bacawapres yg ditawarkan Luhut pasti tidak penting karena, kalau penting, pasti Paloh telah menyampaikan kepadanya. Dus, kita bisa yakin bahwa akan ada tiga pasang bakal capres-cawapres yang akan bersaing tahun depan.

Pertama, Anies dgn pasangannya. Kedua, Prabowo dgn pasangannya yg diusung Gerindra, Golkar, dan PKB (bisa jadi PAN ikut bergabung). Ketiga, Ganjar dengan pasangannya yang diusung PDI-P dan PPP (bisa jadi PAN ikut di dalamnya).

Kalau tiga konstelasi koalisi ini tidak berubah, bisa jadi Ganjar dengan pasangannya akan tersingkirkan bahkan di putaran pertama. Mengandalkan suara PDI-P saja tidak cukup. Terlbh, kemungkinan oligarki tak memberi logistik kepada PDI-P untuk keperluan kampanye dan money politics sehingga mengganggu performanya.

Kalaul prediksi saya tidak meleset, PDI-P dan trah Soekarno akan tinggal sejarah. Malah, mungkin sj begitu Ganjar dinyatakan kalah, PDI-P langsung pecah. Toh, sejak awal telah ada paling tdk dua kubu di internal PDI-P: pendukung Puan dan pendukung Ganjar. Klaim Mega sbg pemimpin “kharismatik” dan “pintar” akan terbukti sebaliknya. Hal ini akan membuat wibawanya merosot ke titik nadir.

Dlm posisi tidak solid, PDI-P akan mnjdi parpol oposisi. Mungkin sj pemenang pilpres 2024 — saya yakin Anies akan keluar sbg pemenang — akan berkuasa dua periode, yaitu hingga 2034. Saat itu, mungkin Mega sdh tidak ada.

Sementara Puan tidak punya kapasitas intelektual dan leadership untuk memimpin partai yg mungkin telah keropos. Dgn demikian, PDI-P sbg partai terbesar akan pudar bersama Mega yg “cantik”, “kharismatik”, dan “pintar”.

 

Democrazy.Id

Share Article:

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


Notice: Undefined property: stdClass::$data in /home/fakt6635/public_html/wp-content/plugins/royal-elementor-addons/modules/instagram-feed/widgets/wpr-instagram-feed.php on line 4894

Warning: Invalid argument supplied for foreach() in /home/fakt6635/public_html/wp-content/plugins/royal-elementor-addons/modules/instagram-feed/widgets/wpr-instagram-feed.php on line 5567

Berita Terbaru

  • All Post
  • Autotekno
  • Beauty
  • Berita
  • Dunia
  • Ekonomi & Bisnis
  • Foto
  • Gaya Hidup
  • ILD
  • Konsultasi
  • Lifestyle
  • Nasional
  • Olahraga
  • Opini
  • Photography
  • Redaksi
  • Sosok
  • Travel
  • Uncatagories
  • Warna
    •   Back
    • Politik
    • Hukum
    • Daerah
    • Pendidikan
    • Wawancara
    •   Back
    • Peluang Usaha
    • Entrepreneur
    •   Back
    • Fashion
    • Kesehatan
    • Travelling & Kuliner
    •   Back
    • Motivasi
    • Inspirasi
    • Training & Seminar
    • Info Warga
    • Komunitas

FAKTAREVIEW

Mengulas Fakta Dibalik Berita

Join the family!

Sign up for a Newsletter.

You have been successfully Subscribed! Ops! Something went wrong, please try again.
Edit Template

faktareview

Mengulas Fakta Dibalik Berita

Semoga konten-konten faktareview.com yag hadirkan bisa dinikmati, bisa memenuhi kebutuhan informasi serta bisa ikut membangun kesadaran masyarakat  menuju masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur.

Terimakasih Telah Berkunjung