Menurut data terbaru, rasio pengusaha di Indonesia berkisar antara 3,35% hingga 3,6% dari total populasi.
Data Kementerian Koperasi dan UKM mencatat rasio wirausaha Indonesia sebesar 3,35% dari total angkatan kerja per Oktober 2024.
Di asia tenggara, rasio ini lebih rendah dibandingkan negara-negara tetangga seperti Singapura yang mencapai 9%, Malaysia 4,74%, Thailand 4,26%, bahkan Vietnam mencapai 13,3 % jauh diatas Indonesia.
Beberapa sumber menyebutkan bahwa rasio pengusaha minimal 12% diperlukan untuk menjadi negara maju.
Pemerintah berusaha menargetkan peningkatan rasio pengusaha hingga 4% dalam waktu dekat. Tapi kenyataannya di lapangan dukungan ini tidak terlalu terlihat.
Akses ke perbankan masih terbatas, Pembekalan ilmu terutama untuk anak-anak muda di sekolah dan kampus kampus masih sedikit.
Bahkan pendidikan orang tua kepada anak pun masih sedikit yang akibatnya mental anak-anak Indonesia belum terbiasa untuk mencoba berbisnis sejak muda. Mata pelajaran untuk berbisnis tidak dibiasakan dari kecil.
Bahkan pada beberapa golongan di Indonesia, berbisnis itu dianggap sebagai “kasta terkebelakang” sementara golongan yang tertinggi adalah pegawai negeri atau pegawai BUMN.
Coba perhatikan di sekeliling kita, anak-anak lulusan kuliah kebanyakan yang dituju adalah mencari kerja dan bukan membangun bisnis.
Sementara di saat bersamaan jumlah lapangan pekerjaan tidak bertambah sesuai dengan pertambahan jumlah tenaga kerja.
Sehingga tingkat pengangguran di Indonesia semakin lama semakin tinggi.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2024, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia mencapai 4,91%, setara dengan 7,47 juta orang. Bandingkan dengan Singapura yang hanya 1,9%.
Salah satu solusi penting dalam masalah pengangguran bukanlah hanya lapangan pekerjaan tapi lapangan berbisnis. Karena berbisnis akan membuka lapangan pekerjaan di bawahnya. Multiple effect.
Kurikulum pelajaran di sekolah kita belum membiasakan diri untuk mengenal berbisnis sejak muda. Pendidikan kita berorientasi menjadikan para siswa sebagai karyawan.
Seolah jadi karyawan lebih mulia dan lebih besar harapannya untuk tumbuh dibanding menjadi pebisnis. Padahal pebisnis justru membuka lapangan pekerjaan.
Hampir semua anak Indonesia cita citanya menjadi pegawai negeri atau pegawai BUMN. Sayang sekali…
Padahal menjadi pebisnis tidak mudah dan yang paling utama justru kesiapan mental. Dan justru tidak pernah diajarkan sejak kecil kepada anak anak kita.
Sampai kapan? Sampai muncul kesadaran pemerintah. Bahwa Sebuah negara tidak akan bisa maju tanpa kelas menengah yang kuat. Dan kelas menengah yang kuat adalah justru para pengusaha kelas menengah. Yang harus ditumbuhkan, didukung dan diberikan akses kemudahan ilmu, pembiayaan (syariah) dan izin2 usaha. Bukan sebaliknya seperti sekarang….
Barakallah fiikum.
@dewopakde
Komunitas Pengusaha Muslim