LAMPUNG TENGAH, faktareview.com– Inspektorat Kabupaten Lampung Tengah terus melakukan pembinaan terhadap kepala sekolah di seluruh tingkatan SD dan SMP negeri maupun swasta di wilayah Kabupaten Lampung Tengah. Pembinaan tersebut terkait dengan masih banyaknya temuan kesalahan dalam pengelolaan dana Bantuan Operesional Sekolah (BOS). Pembinaan dan pemeriksaan dilakukan terhadap dokumen pengelolaan dana ” Kami tidak ingin para kepala sekolah baik sekolah negeri maupun swasta ada kesalahan dalam pengelolaan dana BOS. Hasil Pemeriksaan BPK, laporan penggunaan dana BOS di Kecamatan Terbanggibesar paling buruk di Lampung Tengah, dari 20 sekolah yang menjadi sampel pemeriksaan BKP bermacam-macam kesalahan yang ditemukan,” ungkap Rofi Febriansyah, Irban IV Inspektorat Kabupaten Lampung Tengah.
Penegasan Rofi itu disampaikan pada pembinaan pengelolaan dana BOS bagi kepala sekolah dan bendahara serta operator sekolah SMP negeri maupun Swasta di lingkungan Sub Rayon 8 Kecamatan Terbanggibesar Kabupaten Lampung di SMPN 1 Terbanggibesar, Rabu (8/3),.
”Pemeriksaan dokumen penggunaan BOS oleh BPK itu belum secara terperinci pemeriksaannya, tapi itu saja sudah terlihat, 20 sekolah yang menjadi sampel itu ternyata banyak permasalahan, macam-macam bentuk kesalahannya,”katanya.
Dikatakan Rofi, banyaknya catatan dari BPK terkait dengan pemeriksaan pengelolaan dana BOS tersebut menjadi perhatian serius Bupati Lampung Tengah Musa Ahmad maupun BKP bahwa Inspektorat harus lebih inten lagi dalam melakukan pembinaan. ”Kami Inspektorat belum tau treatmennya seperti apa, nanti mungkin akan ada pembahasan lebih lanjut antara dinas pendidikan dan inspektorat. Karena dengan buruknya sistim administrasi pengololaan dan BOS akan berpengaruh kepada penilaian WTP,”katanya.
Dalam pengelolaan dana BOS, tegas Rofi, kepala sekolah harus cermat membaca aturannya, karena selama kita menggunakan uang negara berarti satu rupiah yang digunakan harus dipertanggungjawabkan. Kami pemeriksa, lanjutnya, tidak pernah tahu apa yang terjadi dibelakang, kami tidak pernah tau uang sekolah habisnya dengan siapa. ”Yang kami tahu dan kami lihat apa yang kepala sekolah sajikan, SPJ yang kepala sekolah sampaikan itulah yang kami lihat, maka didalam pengelolaan dana BOS sudah jelas peraturan menteri sebagai juknis penggunaan dana BOS,” ujarnya
Permen dikbud No.2 tahun 2022 jelas, ada tiga tahap dalam penunaan dana Bos, pertama adalah Perencanaan dan penganggaran. Setiap tahun pasti dilakukan perencanaan dan penganggaran tapi mengapa masih ada sekolah yang perencanaannya masih tidak sesuai dengan peraturan. Perencanaan itu adalah bagaimana sekolah menyusun skala proritas apa yang dibutuhkan sekolah sesuai peraturan penggunaan dana BOS. Dalam menyusun perencanaan harus melibatkan beberapa unsur untuk membahasnya, yakni kepala sekolah, perwakilan dewan guru, perwakilan komite sekolah serta perwakilan orang tua/wali murid. ”Yang sering dilupakan orang tua/wali murid, itu sering tidak ada dalam pembahasan, padahal dalam aturan harus diikutkan. Hasilnya dibuktikan dengan berita acara rapat pembahasan rencana kerja dan anggaran sekolah. melibatkan wali murid sebagai bentuk asas transparansi,” kata Rofi.
Tahap kedua dari penggunaan dana BOS, lanjutnya, adalah pelaksanaan dan penatausahaan. Pelaksnaan dan penataan pengelolaan dana BOS harus sesuai dengan apa yang direncanakan. Apa yang direncanakan ada di RKAS tapi mengapa realisasi belanjanya tidak sesuai RKAS. Hampir 80 persen, kata Rofi, sekolah realisasi belanjanya tidak sesuai dengan RKAS, itulah yang menjadi catatan temuan BPK. ”Kerana terdapat selisih, tidak sinkron saldo awal dan saldo akhir antara SP3B yang disampaikan oleh dinas pendidikan terkait dengan realisasi balanja sekolah dengan yang disampaikan oleh pihak sekolah, karena dinas berpatokan dengan RKAS, sementara sekolah belanjanya banyak yang menyimpang dari RKAS,” katanya.
Tahap ketiga penggunaan dana BOS ungkap Rofi adalah pelaporan dan pertanggungjawaban, tahapan ini sangat penting dalam pengelolaan dana Bos. Dalam penggunaan dana setiap pelaporan harus di sesuaikan dengan RKAS. Diakuinya, dalam pemeriksaan pengelolaan dana BOS masih banyak ditemukan SPJ fiktif, masih banyak ditemukan siplah fiktif. Dalam pengadaan siplah harus disesuaikan dengan ketentuan, beberapa waktu lalu BPK dalam melakukan pemeriksaan ditemukan siplah palsu.
Sebenarnya lanjutnya, belanja kita tidak harus menggunakan siplah, siplah bukan hal yang wajib, jadi salah kaprah kalau ada yang mengatakan semuanya harus siplah, itu salah. Selagi masih bisa manual dan bisa membuat pertanggungjawabannya secara lengkap dan sah akuntabel, maka itu tidak salah. Siplah hanyalah aplikasi untuk mempermudah dalam pengadaan barang dan jasa, dengan harapan bisa mendapatkan harga yang lebih efesien dibanding dengan membeli secara manual. ”Tapi pada kenyataannya beli didalam siplah harganya lebih mahal. Pemeriksa akan curiga ada apa, ada chasbacknya apa. Ternyata masih banyak splah itu dimanfaatkan oleh pendekar berwatak jahat yang mengeruk keuntungan dari pengelolaan dana BOS,” tegasnya. (pri)