Setiap Cobaan Datang Sebuah Proses Pendewasaan Diri |

Desentralisasi dan Masa Depan Ketenagakerjaan Hibrida di Daerah

Desentralisasi dan Masa depan Ketenagakerjaan  Hibrida di Daerah

Oleh: Ronny Berty Talapessy

TAK dapat diragukan, desentralisasi menimbulkan perubahan besar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sejak desentralisasi digulirkan melalui  Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 terjadi perubahan besar dibidang kehidupan sosial masyarakat terutama dibidang demokratisasi, kebebasan berpendapat serta bidang ekonomi.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, desentralisasi merupakan sistem pemerintahan yang lebih banyak memberikan kekuasaan kepada pemerintah daerah.

Sedangkan berdasarkan UU No.23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah, desentralisasi didefinisikan sebagai penyerahan urusan pemerintahan oleh pemerintah pusat, kepada daerah otonom berdasarkan asas otonomi.

Rondinelli (1983) mengartikan desentralisasi merupakan penyerahan perencanaan, pembuatan keputusan, ataupun kewenangan administratif dari pemerintah pusat kepada suatu organisasi wilayah, satuan administratif daerah, organisasi semi otonom, pemerintah daerah, ataupun organisasi non pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat.

Fungsi sistem desentralisasi ditujukan untuk meringankan beban  pemerintah pusat, sehingga pekerjaan dapat dialihkan kepada pemerintah daerah. Supaya dalam penyelenggaraan suatu pemerintahan, tidak terjadi penumpukan kekuasaan pada salah satu pihak saja.

Desentralisasi juga memberikan peluang bagi perubahan paradigma pembangunan nasional dari paradigma pertumbuhan menuju peradigma pemerataan pembangunan secara lebih adil dan berimbang. Perubahan paradigma ini antara lain tertuang melalui kebijakan otonomi daerah dan perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diatur dalam satu paket Undang-Undang yaitu Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No.25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Sedangkan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daarah huruf a dan b menjelaskan :

a. Bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan amanat Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

b. Bahwa efesiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintah daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, potensi dan keaneka ragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hakdan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.

Pemberian wewenang pengelolaan daerah melalui otonomi dan desentralisasi merupakan  strategi yang dapat menjawab permasalahan daerah yang meliputi. Pertama, dapat menjawaban problem laten bangsa Indonesia terutama persoalan disintregrasi bangsa, kemiskinan, ketidak merataan pembangunan, rendahnya kualitas hidup masyarakat, dan masalah pembangunan sumber daya manusia (SDM).

Kedua, Desentralisasi  merupakan langkah strategi bangsa Indonesia untuk dalam menghadapi tantangan millennium kedua terutama dalam hal  memperkuat basis perekonomian daerah.Ketiga: Otonomi dan desentralisasi memberikan kesempatan kepada daerah untuk mengembangkan keunggulan kompetitif yang dimilikinya terutama sumber daya alam serta budaya.

Sejak desentralisasi dilaksanakan dan kekuasaan Otonomi yang diberikan kepada daerah kabupaten dan kota, terjadi peningkatan diberbagai bidang. Salah satunya dibidang SDM khususnya peningkatan angkatan kerja secara nasional.

Data (BPS) mengungkapkan jumlah angkatan kerja per Februari 2021 sebanyak 139,81 juta orang, naik 34,01 juta orang dibandingkan Februari 2005 saat pertama kali UU otonomi daerah digulirkan.

Sedangkan untuk satu tahun pertama sejak UU No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah digulir terjadi peningkatan jumlah angkatan kerja secara nasional. Data (BPS)  Februari 2005 mencapai 105,8 juta orang, bertambah 1,8 juta orang dibanding Agustus 2004 sebesar 104,0 juta orang.

Jumlah penduduk yang bekerja dalam 6 bulan yang sama  bertambah 1,2 juta orang, dari 93,7 juta menjadi 94,9 juta orang, yang berarti menambah jumlah penganggur baru sebesar 600 ribu orang.

Dengan demikian, tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Februari 2005 mencapai 10,3 persen, lebih tinggi sedikit dibanding TPT pada Agustus 2004 sebesar 9,9 persen.

Jumlah penduduk yang bekerja tidak penuh (underemployment) pada Februari 2005 mencapai 29,6 juta orang atau 31,2 persen dari seluruh penduduk yang bekerja, angka ini lebih tinggi dari keadaan Agustus 2004 sebesar 29,8 persen.

Jumlah pekerja informal pada Februari 2005 mencapai 60,6 juta orang atau 63,9 persen dari seluruh penduduk yang bekerja, angka ini lebih tinggi dari keadaan Agustus 2004 sebesar 63,2 persen. Hal ini berarti proses pelaksanaan desentralisasi telah mendorong peningkatan dibidang ketenagakerjaan. Namun demikian disisi lain terjadi kekwatiran tentang masa depan tenaga kerja daerah yang  sangat lambat dan lemah dalam mengadopsi teknologi digital.

Masa depan ketenagakerjaan hibrida di Daerah

Pandemi Covid-19 memicu perubahan mendasar dalam cara  bekerja. Hasil survei Forum Ekonomi Dunia (WEF) dan Ipsos menunjukkan rata-rata 52 persen responden secara global bekerja dari rumah (work from home/WFH) selama pandemi Covid-19. Kolombia memiliki persentase paling tinggi, yakni 74 persen, disusul India (73 peren) dan Afrika Selatan (71 persen).

Kemudian, di Peru 69 persen, Malaysia 65 persen, Swedia 62 persen, dan Inggris 60 psersen. Selanjutnya, Chili, Belanda, Meksiko, Argentina, Arab Saudi, Brasil, dan Turki.

Meski begitu, hanya 26 persen responden di Jepang yang bekerja dari rumah selama pandemi virus corona. Di Korea Selatan dan Hungaria pun hanya 35-37 persen yang menerapkannya.

Tren bekerja secara hibrida berlaku pula di semua daerah Indonesia. Survei JobStreet Indonesia mengungkapkan, selama pandemi  Covid-19 terjadi peningkatan jumlah orang yang memilih bekerja dari rumah atau work from home (WFH).

Sebelum pandemi Covid-19 merebak Maret 2020,  hanya sekitar 4 persen pekerja di seluruh Indonesia yang WFH. Namun, pada Desember 2020, jumlahnya mengalami peningkatan. Sebanyak 68 persen masyarakat sudah beradaptasi dengan keadaan bahwa bekerja bisa dilakukan secara jarak jauh dan tidak harus datang ke kantor. Bahkan, para pekerja atau pencari kerja lebih memilih bekerja secara hibrida, kombinasi bekerja dari rumah (daring) dan di kantor (luring).

Dengan melihat angka tersebut kita tentunya optimis bahwa tenaga kerja di seluruh daerah di Indonesia telah mampu beradaptasi dengan teknologi. Namun disisi lain kita perlu khwatir bahwa dari angka 68 persen, 90 persennya merupakan tenaga kerja yang berada di kota-kota besar di Indonesia.

Kunci utama: perubahan mindset PNS Daerah

Kunci utama untuk menyiasati tren digitalisasi PNS dan tenaga kerja daerah sekarang ini adalah  perubahan pola pikir(mindset), bahwa digitalisasi bukanlah tujuan tetapi sebuah perjalanan (proses). Dalam proses tersebut, oraganisasi pemerintah/perusahaan di daerah membutuhkan manusia (tenaga kerja) yang terbuka untuk terus belajar dan ikut berpartisipasi membentuk budaya digital yang otentik sehingga daerah mampu memberikan kontribusi bagi pemerintah pusat dalam peningkatan ekonomi nasional.

Namun, perlu dicatat, proses perubahan tidak terjadi dengan sendirinya. Perubahan hanya akan terjadi apabila daerah mampu beradaptasi terhadap perubahan. Artinya, jika pemerintah daerah menginginkan agar aparatur sipil dan masyarakat di daerah masuk dalam budaya digital, maka daerah harus dapat mendorong dan memanfaatkan teknologi digital dalam membangun daerahnya sekaligus melaksanakan tanggungjawab yang telah diberikan pemerintah pusat melalui desentralisasi untuk membangun daerah menuju kesejahteraan, terutama  para pemangku kepetingan, mulai dari pemerintah sebagai pengambil kebijakan, dunia pendidik sebagai pencetak tenaga kerja, dunia usaha sebagai pengguna tenaga kerja, dan angkatan kerja sendiri harus  menjalankan  peran secara benar.***

 

Share Article:

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


Notice: Undefined property: stdClass::$data in /home/fakt6635/public_html/wp-content/plugins/royal-elementor-addons/modules/instagram-feed/widgets/wpr-instagram-feed.php on line 4894

Warning: Invalid argument supplied for foreach() in /home/fakt6635/public_html/wp-content/plugins/royal-elementor-addons/modules/instagram-feed/widgets/wpr-instagram-feed.php on line 5567

Berita Terbaru

  • All Post
  • Autotekno
  • Beauty
  • Berita
  • Dunia
  • Ekonomi & Bisnis
  • Foto
  • Gaya Hidup
  • ILD
  • Konsultasi
  • Lifestyle
  • Nasional
  • Olahraga
  • Opini
  • Photography
  • Redaksi
  • Sosok
  • Travel
  • Uncatagories
  • Warna
    •   Back
    • Politik
    • Hukum
    • Daerah
    • Pendidikan
    • Wawancara
    •   Back
    • Peluang Usaha
    • Entrepreneur
    •   Back
    • Fashion
    • Kesehatan
    • Travelling & Kuliner
    •   Back
    • Motivasi
    • Inspirasi
    • Training & Seminar
    • Info Warga
    • Komunitas

FAKTAREVIEW

Mengulas Fakta Dibalik Berita

Join the family!

Sign up for a Newsletter.

You have been successfully Subscribed! Ops! Something went wrong, please try again.
Edit Template

faktareview

Mengulas Fakta Dibalik Berita

Semoga konten-konten faktareview.com yag hadirkan bisa dinikmati, bisa memenuhi kebutuhan informasi serta bisa ikut membangun kesadaran masyarakat  menuju masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur.

Terimakasih Telah Berkunjung