Konsultasi Syariah
Nabi Nuh Alaihissalam membimbing umatnya agar meminta ampun kepada Allâh Azza wa Jalla dan bertaubat kepada-Nya, niscaya Allâh Azza wa Jalla pun akan mengampuni dosa mereka, bagaimanapun dosa mereka. Dan tidak itu saja, bahkan Allâh Azza wa Jalla akan mengirimkan limpahan rezeki untuk mereka. Limpahan rezeki tersebut terwujud dalam guyuran hujan yang menyemaikan kesuburan, membanyakkan harta dan anak-anak serta melimpahkan kucuran rezeki, dan menebarkan berbagai sumber dan mata air yang menjadi sarana kesuburan negeri mereka.
Allâh Azza wa Jalla berfirman,
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا ﴿١٠﴾ يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا ﴿١١﴾ وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا
Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Rabbmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat. dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. [Nûh/ 71: 10-12]
Umar bin al-Khatthab Radhiyallahu anhu pernah meminta hujan kepada Allâh Azza wa Jalla . Beliau Radhiyallahu anhu hanya melantunkan istighfar dan membaca ayat-ayat tentang istighfar, yang di antaranya adalah ayat di atas. kemudian beliau Radhiyallahu anhu berkata, “Sungguh, aku telah meminta hujan dengan rasi-rasi langit (maksudnya istighfar, yang diserupakan seperti bintang) yang dengannya dimintakan turunnya hujan.”
Ibnu Shabih berkata, “Ada seseorang mengeluhkan paceklik kepada al-Hasan. Lalu beliau rahimahullah berkata kepadanya, “Mintalah ampun kepada Allâh Azza wa Jalla !”
Ada lagi seseorang datang mengeluhkan kefakirannya. Beliau rahimahullah berkata, “Mintalah ampun kepada Allâh Azza wa Jalla !”
Ada lagi yang mengeluhkan, “Doakanlah agar aku dikaruniai anak!” Beliau rahimahullah menjawab, “Mintalah ampun kepada Allâh Azza wa Jalla !”
Begitu pula dengan orang yang mengeluhkan kondisi kebunnya yang kering, beliau rahimahullah juga berkata, “Mintalah ampun kepada Allâh Azza wa Jalla !” Lantas kami pun menanyakan hal itu kepada al-Hasan rahimahullah. Beliau rahimahullah berkata, “Yang aku katakan sedikitpun bukan berasal dariku. Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla berfirman dalam Surat Nûh:
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا ﴿١٠﴾ يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا ﴿١١﴾ وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا
Maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya
Dia adalah Maha Pengampun. niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat. dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. [Nûh/ 71: 10-12]
Dan ketika seseorang senantiasa beristighfar dan taubat, maka ini akan mendatangkan buah yang manis. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَتَاعًا حَسَنًا
dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Rabbmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu… [Hûd/ 11: 3]
Kenikmatan dan kesenangan yang baik, yang disebut dalam ayat di atas merupakan buah manis dari istighfar dan taubat. Artinya niscaya Allâh Azza wa Jalla akan memberi berbagai hal yang bermanfaat, juga kelapangan rezeki dan kehidupan yang penuh kemakmuran.
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memberikan kabar gembira bagi orang yang senantiasa beristighfar, yaitu Allâh Azza wa Jalla akan membukakan baginya jalan dari berbagai kesempitan dan kegundahan, serta akan dilimpahkan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَكْثَرَ مِنَ الِاسْتِغْفَارِ جَعَلَ اللهُ لَهُ مِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا، وَمِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا، وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
Barangsiapa yang memperbanyak istighfar, Allâh Azza wa Jalla akan menjadikan baginya kelapangan dari setiap kegundahan; dan jalan keluar dari setiap kesempitan. Dan Allâh Azza wa Jalla akan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.[1]
Istighfar diwujudkan dengan hati ikhlas serta menanggalkan dosa. Dan ini merupakan pangkal dasar terkabulnya doa. Meskipun Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sosok yang terjaga dari dosa, namun Beliau n senantiasa melanggengkan istighfar lebih dari 70 kali setiap hari. Lalu bagaimana pula dengan umatnya yang bergelimang dosa dan maksiat?! Tentu ia lebih layak dan lebih butuh untuk mengulang-ulang istighfar bila dibandingkan dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Al-Qurthubi rahimahullah berkata, “Ulama kita berkata bahwa istighfar yang diperintahkan adalah yang mengurai simpul keinginan terus melakukan maksiat, dan menancapkan esensi maknanya dalam hati. Bukan sekadar melafazkannya dengan lisan. Adapun orang yang mengucapkan: astaghfirullâh, sedangkan hatinya masih bertekad untuk terus melakukan maksiat, maka istighfar yang ia lakukan masih memerlukan istighfar lagi. Dosa kecil yang ia lakukan akan bertumpuk dan dikategorikan sebagai dosa besar. Diriwayatkan dari al-Hasan al-Bashri rahimahullah, ia berkata, “Istighfar kita masih memerlukan istighfar lagi.”[2]
Ringkas kata, di samping ampunan dari Allâh Azza wa Jalla yang akan didapat oleh orang yang beristighfar, istighfar yang dipanjatkan berulang-ulang setiap hari akan menjadi sebab datangnya rezeki dan diraihnya harta.
(Diangkat dari kitab Anta wal Mal karya Adnan ath-Tharsyah)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 07/Tahun XX/1437H/2017M.
Footnote
[1] Musnad Ahmad, no. 2234. Syaikh Ahmad Syakir berkata, “Isnadnya shahih.”
[2] Al-Jâmi` li Ahkâm Al-Qurân, 4/ 135.