Oleh: Marsda TNI (Pur) Prayitno Wongsodidjojo Ramelan,
Pengamat Intelijen
Dari abad 17 sampai permulaan abad 20 istilah idealisme banyak dipakai dalam pengklarifikasian filsafat. Idealisme memberikan doktrin bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat dipahami dalam kebergantungannya pada jiwa (mind) dan spirit (roh). Istilah ini diambil dari “idea”, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa (wiki).
Dalam dunia intelijen, terdapat aliran idealisme, misalnya dari hasil analisis, di dalamnya terdapat pesan yang ingin disampaikan oleh si analis, yang kadang membuat kompartmentasi apa yg tersirat, umumnya tidak terbaca oleh mereka yang awam.
Pembaca awam hanya mampu membaca apa yg tersurat. Berdasarkan pesan-pesan itu, seseorang yang faham dan berkepentingan dengan tema dapat menganalisis tentang pandangan penulis.
Idealisme yang dikemukakan terkait dengan prediksi persepsi , misalnya tema yang berhubungan dengan loyalitas, perjuangan, penghianatan, ketegasan, bahkan pembersihan, penghancuran, serta pembangunan masa depan. Intelijen hanya memberi prediksi, apa yang akan terjadi, keputusan ada pada end user.
Secara teori Ada dua bentuk idealisme: yaitu idealisme aktif, adalah idealisme yang melahirkan insipirasi- inspirasi baru yang bisa dilakukan dalam realitas, sedangkan idealisme pasif adalah idealisme yang hanya semu, tidak pernah bisa diwujudkan, bersifat utopis saja.
Sebagai penutup, tugas utama intelijen mempersiapkan perkiraan intelijen tentang karakter mandala serta perubahan yang terjadi akibat pesatnya perkembangan teknologi, baik lima, sepuluh, duapuluh lima dan seterusnya dengan dasar intelijen strategis. Pencegahan bekerja paling baik ketika ada garis merah yang jelas, ketika kepentingan vital dipertaruhkan, dan ketika kemampuan diketahui.
Karena itu mari kita persiapkan bangsa menuju Indonesia yang tangguh dan tidak mudah tersentuh. No action talk only (pemimpin hanya berbicara tanpa tindakan) , bagi intelijen dinilai membunuh idealisme, kira-kira begitu.
Salam, Pray Old Soldier.