Jakarta Barat – Sidang perkara penganiayaan (pemukulan) dan perusakkan yang dilakukan terdakwa Sanny Suharli (69) terhadap korban wanita tua Kon Siw Lie (66), yang kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Senin, (29/04/2019), sekira pukul 11.30 WIB.
Persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Soehartono, SH.,M.Hum dan anggotanya Dwiyanto, SH., M.Hum dan Heri Soemanto, SH. dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) diwakili oleh Rumata Rosininta Sianya, SH, dan didampingi satu orang anggotanya sedangkan terdakwa Sanny Suharli didampingi oleh tiga kuasa hukumnya.
Dalam sidang lanjutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan 2 (dua) saksi ahli yakni Saksi Ahli Hukum Pidana DR. Effendi Saragih, SH.,MH sebagai Dosen Hukum Pidana di Universitas Trisakti, Jakarta dan dr. Lili Hidayanti sebagai dokter umum di Rumah Sakit Sumber Waras, Jakarta Barat.
Kedua saksi ahli yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), sebelum memberikan kesaksiannya, Ketua Majelis Hakim meminta agar kedua saksi ahli tersebut disumpah terlebih dahulu, sesuai dengan agama Islam yang kedua saksi tersebut anut.
Selanjutnya Majelis Hakim memberikan kesempatan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk menanyakan kepada Saksi Ahli dalam perkara penganiayaan (pemukulan) dan perusakkan yang dilakukan oleh terdakwa Sanny Suharli. JPU menanyakan kepada saksi Ahli adakah tindakan atau unsur pidana dari perbuatan terdakwa Sanny Suharli, meskipun saat kejadian terdakwa mengakui tidak ada unsur kesengajaan hingga korban Kon Siw Lie terkena pukulan oleh terdakwa.
Kemudian di depan Majelis Hakim, saksi Ahli Hukum Pidana Dr. Effendi Saragih, SH., MH menjelaskan bahwa, “ Secara umum kesengajaan merupakan kehendak dan menyadari melakukan tindakan. Baik disengaja maupun tidak, apa yang dilakukan oleh terdakwa adalah salah. Dalam undang-undang hukum pidana dijelaskan demikian, “ ungkap Effendi Saragih menjelaskan kepada majelis hakim.
Lebih lanjut lagi, menurut Saksi Ahli Effendi Saragih, bahwa untuk membuktikan adanya tindakan kesengajaan atau tidak, yakni ada unsur kehendak dan menyadari, meskipun korban menjadi salah sasaran dari perbuatan terdakwa hingga korban menyebabkan terpukul (luka).
Saksi Ahli lebih lanjut menyatakan, “ mau sengaja atau tidak, yang jelas kelihatan jelas, “ ungkapnya.
Kalau melihat dari semua kejadian keseluruhannya, Saksi Ahli Effendi Saragih dalam kesaksiannya menyakinkan Majelis Hakim bahwa terdakwa Sanny Suharli TERBUKTI melakukan pemukulan (penganiayaan). Jadi menurutnya bahwa terdakwa dinilai cukup kuat melanggar pasal 351 KUHPidana tentang pemukulan (penganiayaan).
Menanggapi kesaksian dari saksi Ahli Hukum Pidana, Majelis Hakim menganalogikan kesadaran yang dimaksud oleh Saksi Ahli Effendi Saragih, misalnya contoh ada seseorang yang ingin menembak seekor ular yang berada di atas kepala orang itu. Saat ingin membidik ular tersebut, pembidik menembakkan peluru dari senjata itu ke ular, namun justru peluru yang ditembakkan mengenai orang yang berada dibawah ular itu. Majelis Hakim kemudian menanyakan apakah sama dengan konsep hukum tersebut.
“Apakah contoh tersebut sama, berarti punya kesadaran meski salah sasaran?,” tanya majelis hakim.
“Iya benar yang mulia, “ jawab Effendi Saragih tegas.
Sementara dokter umum RS Sumber Waras, dr. Lili Hidayanti yang menyatakan secara visum Kon Siw Lie mengalami luka memar dibagian matanya. Meskipun korban baru melakukan visum setelah empat hari setelah kejadian.
“Memar itu proses pecahnya pembuluh darah, muncul hari ke-2 memar dan akan hilang hari ke-7 sampai hari ke-10. Sedangkan Memar akan tetap ada sampai hari ke-6 masih bisa terlihat (belum hilang), “ ungkap dr. Lili Hidayanti.
Lebih lanjut dr. Lili Hindayanti dalam kesaksiannya menjelaskan bahwa perbuatan terdakwa terhadap Kon Sie Lie, yang mengalami memar pada hidung kurang lebih ukuran 1cm x 1cm, pada kelopak mata kanan bagian atas terdapat memar kurang lebih ukuran 2cm x 1cm, pada kelopak mata kanan bagian bawah pada sudut mata kanan sisi luar dan terdapat luka lecet kurang lebih ukuran 0,5cm x 1cm. Dari hasil visum yang saya berikan, kemudian saya cantumkan hasil visumnya sesuai dengan Visum Et Refertum Rumah Sakit Sumber Waras, Jakarta Nomor : A/123/VS/VI/2018/RSSW tertanggal 07 Juni 2018, “ ucap dr. Lili Hidayanti kepada Majelis Hakim.
Dalam kesaksian yang menghadirkan saksi ahli kedua, Ketua Majelis Hakim Soehartono terlihat berulangkali menegur terdakwa Sanny Suharli yang mencoba mengintervensi saksi. Terdakwa yang mencoba mengarahkan sejumlah pertanyaan kepada saksi mengenai fakta persidangan.
Soehartono mengatakan bahwa, “Terdakwa hanya diperbolehkan bertanya yang umum saja, tidak boleh masuk ke fakta persidangan, “ tukas Ketua Majelis Hakim.
Usai mendengarkan kesaksian dari kedua orang saksi ahli tersebut, Kemudian Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyampaikan kepada Majelis Hakim bahwa saksi ahli Hukum Pidana yang kedua tidak bisa dihadirkan dalam persidangan hari ini Senin, (29/04/2019), karena Saksi Ahli Hukum Pidana kedua berhalangan hadir. Selanjutnya JPU meminta kepada majelis hakim untuk bisa menghadirkan Saksi Ahli Hukum Pidana berikutnya di persidangan nanti.
Menanggapi permintaan JPU, Ketua Majelis Hakim Soehartono menyetujui permintaan dari JPU untuk menghadirkan Saksi Ahli Hukum Pidana lainnya, dipersidangan berikutnya Selasa, (07/05/2019) yang akan datang.
Setelah sidang ditutup, kami sempat mencoba konfirmasi kepada kuasa hukum dari terdakwa Sanny Suharli, mengenai tanggapan dan pendapatnya tentang kedua saksi ahli yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Salah satu kuasa hukum terdakwa Sanny Suharli, seperti dalam sidang-sidang sebelumnya tidak mau menanggapinya atau menjawab, pertanyaan yang dilontarkan wartawan www.faktareview.com. Tapi saat kami ikuti keluar dari ruangan persidangan, Ia sempat mengatakan. “ Pusing, ikutin aja persidangan selanjutnya, “ tukasnya sambil ngeloyor keluar ruangan persidangan.
HMD – www.faktareview.com