Jakarta Barat – Sidang perkara penganiayaan (pemukulan) dan perusakkan yang dilakukan terdakwa Sanny Suharli (69) terhadap korban wanita tua Kon Siw Lie (66), kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Senin, (13/05/2019), sekira pukul 11.30 WIB.
Persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Soehartono, SH.,M.Hum dan anggotanya Dwiyanto, SH., M.Hum dan Heri Soemanto, SH. dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) diwakili oleh Rumata Rosininta Sianya, SH, beserta anggotanya, Sedangkan terdakwa Sanny Suharli didampingi oleh ketiga kuasa hukumnya.
Dalam persidangan ini kuasa hukum dari terdakwa Sanny Suharli menghadirkan Saksi Ahli Hukum Pidana yakni Prof. DR. Syaiful Bakhri, SH.,MH sebagai Dosen Hukum Pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Jakarta dan Saksi Fakta Suprapto (37) yang dulu pernah ada hubungan kerja dengan terdakwa Sanny Suharli sebagai satpam.
Setelah mendapatkan beberapa pertanyaan dari Kuasa Hukum terdakwa Sanny Suharli, Saksi Ahli Hukum Pidana Prof. DR. Syaiful Bakhri, SH., MH menuturkan bahwa walaupun adanya perbedaan tanggal di Visum Et Refertum dengan waktu pemeriksaan (selisih 1 hari) dalam perkara pemukulan (penganiayaan) terhadap korban Kon Siw Lie, Saksi Ahli Hukum Pidana menilai walaupun ada perbedaan tanggal tak membuat hasil visum bermasalah, “ tutur Saksi Ahli kepada Majelis Hakim.
Menurut Saksi Ahli lagi, bahwa Visum merupakan alat bukti, mau dilakukan kapan tidak ada masalah, kan masih ada bekas. Yang terpenting hasil dari visum tersebut harus jelas (tidak kosong),” ucap Syaiful Bakhri.
Seperti dalam sidang sebelumnya, bahwa dr. Lili Hidayanti dari RS Sumber Waras menjadi Saksi Ahli yang dihadirkan JPU Senin,(29/04/2019), dr. Lili Hidayanti menyatakan bahwa setelah melakukan Visum kepada Kon Siw Lie, hasilnya Kon Siw Lie mengalami luka memar dibagian matanya. Meskipun korban Kon Siw Lie baru melakukan visum setelah empat hari setelah kejadian. “ Tetapi memar itu proses pecahnya pembuluh darah, muncul hari ke-2 memarnya kemudian akan hilang hari ke-7 sampai hari ke-10. Sedangkan memar akan tetap ada sampai hari ke-6 masih bisa terlihat (belum hilang), “ ungkap dr. Lili Hidayanti.
Lebih lanjut dr. Lili Hidayanti dalam kesaksiannya, menjelaskan bahwa perbuatan terdakwa terhadap Kon Sie Lie, yang mengalami memar pada hidung kurang lebih ukuran 1cm x 1cm, pada kelopak mata kanan bagian atas terdapat memar kurang lebih ukuran 2cm x 1cm, pada kelopak mata kanan bagian bawah pada sudut mata kanan sisi luar dan terdapat luka lecet kurang lebih ukuran 0,5cm x 1cm. Maka dari hasil visum yang saya berikan, kemudian saya cantumkan hasil visumnya sesuai dengan Visum Et Refertum dari RS Sumber Waras, Nomor : A/123/VS/VI/2018/RSSW tertanggal 07 Juni 2018, “ tutur dr. Lili Hidayanti kepada Majelis Hakim.
Sementara dalam kesaksian selanjutnya, Saksi Ahli Hukum Pidana Syaiful Bakhri mengatakan unsur-unsur dari Pasal 351 KUHPidana adalah penganiayaan biasa yakni adanya rasa sakit, adanya perbuatan / kesalahan (niat) dan adanya akibat dari perbuatan. Perlu diketahui juga bahwa dalam hukum pidana mengenal 4 (empat) Doktrin Pidana yaitu Kesalahan, Pertanggung jawaban, Hukuman dan Korban.
Untuk menerapkan Pasal 406 KUHPidana (pengrusakan : menyangkut harta benda), Syaiful Bakhri menerangkan bahwa perbuatan terdakwa Sanny Suharli yang merusak HPnya milik Hartawan Halim alias Akuang anak dari Kon Siw Lie, pasal ini bisa diterapkan asalkan kontruksinya jelas.
“Selama kontruksinya jelas, dan bukti HPnya rusak sudah memenuhi unsur. Soal benar atau tidaknya itu tergantung dari penilaian hakim, “ tukas Syaiful Bakhri.
“ Menanggapi pertanyaan salah satu hakim anggota, Syaiful Bakhri menyampaikan beberapa teori-teori mengenai kesengajaan adalah : ada niat, permulaan perbuatan, delik dan korban,” imbuh Syaiful.
Selanjutnya menjawab pertanyaan dari JPU, Saeful Bahru menyampaikan, “beberapa hal yang menyangkut visum, diantaranya : Visum diadakan untuk mendukung pembuktian, yang melakukan visum adalah dokter forensic yang paham dan niat, kesengajaan, kehendak dalam hal yang berbeda, “ ucap Syaiful.
JPU Tolak Saksi Fakta Terdakwa
Ketua Majelis Hakim Soehartono, setelah usai mendengarkan kesaksian dari Saksi Ahli Hukum Pidana Prof Dr. Syaiful Bakhri,SH., MH., kemudian memanggil saksi fakta Suprapto yang tak lain adalah mantan karyawan terdakwa Sanny Suharli. Namun kehadiran dari saksi fakta Suprapto sempat ditolak oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Meski saksi Suprapto sempat ditolak JPU, tetapi Majelis Hakim masih terus melanjutkan kesaksian dari saksi Suprapto. Dalam kesaksian tersebut, Suprapto menyampaikan peristiwa terjadinya penganiayaan itu sekitar pukul 15.00 WIB. Saksi disuruh Sanny untuk memanggil Yanto (satpam komplek) untuk menegur yang punya mobil tersebut (Akuang). Kemudian saksi datang ke rumah Akuang bersama satpam komplek, tetapi yang menerima mereka adalah pembantu di rumah Akuang. Saksipun mengetahui ada perdebatan (percekcokan) antara Akuang dan Sanny.
Suprapto sendiri mengakui, bahwa saksi melihat Sanny memukul HP milik Akuang, tetapi tidak kena. Tetapi ayunan tangan Sanny mengenai korban Kon Siw Lie (Ibu Kandung dari Akuang). Selanjutnya Sanny mengulang kembali ayunan tangannya yang kedua kali, barulah kena HP milik Akuang dan terjatuh ke aspal terbelah dua, “ ucap Suprapto.
Saat Majelis Hakim menanyakan kepada saksi Suprapto tentang HP milik Akuang yang dipukul oleh terdakwa Sanny, apa saudara saksi melihatnya, “ saya melihatnya bahwa HP milik Akuang jatuh kejalan (aspal), “ ungkap saksi kepada Majelis Hakim.
Begitu juga saksi Suprapto menjawab pertanyaan dari Hakim Anggota, “ bahwa saksi melihat pukulan Sanny terkena sedikit jarinya saja dan mata Kon Siw Lie tidak merah, imbuhnya.
Saat terdakwa Sanny Suharli duduk di depan Majelis Hakim, Sanny mengakui tidak bersalah dalam persidangan ini. “ Saya tidak merasa memukul Kon Siw Lie (korban), jadi saya tidak bersalah, “ ucap Sanny terkesan dahului putusan Majelis Hakim.
Kemudian dalam kesaksiannya itu, terdakwa Sanny beberapa kali ditegur Majelis Hakim meminta agar terdakwa Sanny tidak menjawab bertele-tele. Beberapa kali pertanyaan yang diajukan Majelis Hakim kepada terdakwa Sanny, kembali dijawab terdakwa Sanny berbelit-belit, sehingga mengundang reaksi kesal dari Majelis Hakim.
“Saudara tidak usah menjelaskan kemana-mana. Cukup saudara jawab intinya saja, “ tukas Majelis Hakim.
Menurut Sanny sendiri, bahwa dirinya sudah pernah mengajukan perdamaian. Bahkan menurut Sanny sendiri, bahwa dirinya sempat dijanjikan oleh Polsek Tanjung Duren untuk mediasi dengan korban Kon Siw Lie. Tetapi sampai persidangan hari ini belum ada mediasi.
Saat konfirmasi kepada Kon Siw Lie (keluarga korban), mereka menyatakan bahwa terdakwa sudah menginjak-injak harkat dan martabat keluarga kami, “ ucap keluarga korban.
“ Soal permintaan damai dari terdakwa, kami keluarga korban menilai bahwa terdakwa selama ini belum tulus dan masih penuh kepalsuan dengan niat damainya. Hal tersebut bisa dibuktikan dipersidangan, bahwa terdakwa sama sekali tidak menyesal dan tidak merasa bersalah atas perbuatannya, “ imbuhnya.
HMD – www.faktareview.com