Salah seorang ulama generasi tabiin Wahb bin Munabbih pernah ditanya, “Bukankah kunci surga itu “Laa Ilaaha Illallaah” ❓
Beliau -rahimahullah- menjawab,
بلى ولكن ليس من مفتاح إلا له أسنان فإن أتيت بمفتاح له أسنان فتح لك وإلا لم يفتح
“Betul akan tetapi tidaklah disebut kunci kecuali bergerigi apabila engkau datang membawa kunci yang bergerigi maka pintu itu akan terbuka, jika tidak, maka pintu itu tidak akan pernah terbuka.”
( Hilyatul Awliya’ 4/66 )
Gerigi kunci yang dimaksud adalah syarat-syarat laa ilaaha illallaah. Sebagaimana shalat punya syarat yang menentukan keabsahannya, maka kalimat tauhid juga memiliki syarat yang ketiadaannya menjadi tidak berguna.
Para ulama menyebutkan ada tujuh syarat kalimat tauhid laa ilaaha illallaah yaitu ilmu yang meniadakan jahl (kebodohan), yaqin (keyakinan) meniadakan syakk (keraguan), ikhlas (kemurnian niat) meniadakan syirik (penyekutuan), qabul (menerima) meniadakan radd ( menolak), shidq (jujur) meniadakan kadzib (dusta), inqiyad (tunduk) meniadakan tark (meninggalkan), mahabbah (cinta) meniadakan baghdha’ (benci).
Di samping syarat, kalimat tauhid juga memiliki dua rukun yaitu an-nafyu meniadakan seluruh sesembahan selain Allah yang terkandung dalam kalimat “laa ilaaha”, dan al-itsbat yaitu menetapkan hanya Allah Dzat yang berhak diberikan penghambaan dengan cara yang diridhai-Nya yang terkandung dalam kalimat “illallaah”.
Kalimat tauhid jangan sekedar menjadi atribut dan pemanis bibir belaka, akan tetapi harus dipahami dengan baik kandungan maknanya, dipenuhi syarat dan rukunnya yang itu menjadi ruh kalimat tauhid.
Sumber: TashfiyyahOfficial