Sebagai anak rantau yang dilahirkan di tanah Sriwijaya, saya memendam kerinduan mudik ke kampung halaman. Apalagi selama dua lebaran sebelumnya tidak memungkinkan akibat pandemi. Alhamdulillah di tahun ini bisa tertunaikan. Di kampung, kita bisa menapak tilasi semua peristiwa dan jejak sejarah masa kecil. Di sana terbentang bulir-bulir kenangan yang menautkan masa kini dengan masa silam.
Saya memaknai mudik sebagai laku spiritual. Mudik bukan sekedar perjalanan fisik, tetapi perjalanan batin menuju asal atau kesejatian fitrah manusia. Fitrah seringkali dilambangkan dengan kata bersih atau suci. Suci dari pengingkaran dan penyelewengan terhadap fitrah atau komitmen awal manusia untuk bertauhid kepada Allah SWT sebelum dilahirkan.
Ketika semua berkumpul dengan sanak saudara dan handai taulan, pada saat-saat hari biasa kita sulit utk berkumpul karena kesibukan masing2, kita dapat kembali bertemu dgn sahabat-sahabat masa kecil dan masa-masa sekolah dulu,
Mudik juga akan memberikan kesadaran antropologis, bahwa semua anak cucu adam dan ummat Muhammad SAW adalah bersaudara. Konsep ini selanjutnya akan melahirkan kesadaran sosial profetik bahwa sesama saudara terikat tanggungjawab dan kepedulian untuk saling tolong menolong.
Selamat Mudik!
Ari Yusuf Amir