Hati bukanlah seperti ‘Pikiran’ yang dengan mudah terguncang oleh berbagai ragam badai kehidupan dengan kembang dan kempisnya yang dilaluinya.
Keberadaannya akan senantiasa jujur jika tidak mendapatkan provokasi dari gelombang pikiran.
Pikiran mudah terbawa gelombang warna suasana dunia , dan jika warna-warna itu masuk kedalam pikiran maka akan meruwetkan segalanya hingga hatipun merasakan remuk-redam karenya.
Pelajaran tentang Kebenaran selalu ditanamkan dalam ‘tanah Kebenaran’ dan tumbuh dengan cara yang benar.
Karenanya , dalam menjalankan laku spiritual yang benar , paling tidak ada tiga hal yang harus diperhatikan : informasi yang benar , atau syariat , cara / proses atau jalan yang benar atau tarekat dan , karena itu , menghasilkan pemahaman yang benar , atau hakikat , sebagaimana yang dimaksud oleh yang memberi pelajaran.
Ketika ketiganya sudah benar sesuai kehendak-Nya , maka seseorang akan mengenal-Nya dengan benar sebagaimana Dia ingin dikenal [ ma’rifat ] .
Dalam ajaran Islam , Kebenaran atau al-Haqq adalah Tuhan , dan pemberi pelajaran atau penyampai pelajaran sekaligus pelaku kebenaran , berdasarkan pengetahuan dari Tuhan , tentu yang paling sempurna adalah kanjeng Nabi sang Rasul .
Kebenaran itu satu dan mencakup keseluruhan , tetapi ketika diturunkan ke dunia , ia seakan berpencar menjadi banyak bagian yang terkadang tampak saling bertentangan.
Fragmentasi ini hanya terjadi dari sudut pandang manusia , bukan dari sudut pandang Tuhan . Seperti kristal , ia memendarkan banyak cahaya berbeda . Apa yang engkau lihat dari satu sisi , akan berbeda dari apa yang kau lihat dari sisi yang lain.
Karenanya , pengetahuan manusia biasa tentang Kebenaran akan selalu fragmentaris karena keterbatasan pada diri manusia itu sendiri.
Oleh sebab itu , apa yang kita ketahui , boleh jadi tidak diketahui orang lain , dan apa yang diketahui orang lain , mungkin tidak kita ketahui.
Itulah gunanya saling mengajarkan dan saling mengingatkan , karena pada dasarnya kesadaran akan keterbatasan ini dapat mencegah kita berlaku sombong atau merasa paling benar.
Tetapi bagaimanapun juga , semua itu akan tergantung pada pertolongan dan cara Tuhan mengatur pengajaran-pengajarannya.
Dan karena Tuhan Maha Takterbatas , maka cara Dia mengajar manusia juga bervariasi tanpa kita tahu seberapa banyak variasinya , karena semuanya sesuai dengan kondisi dan kebutuhan per individu.
Karena itu kadang dikatakan , “Jalan rohani menuju Tuhan adalah sebanyak jiwa manusia” . Dengan menyadari ketergantungan kita pada pertolongan Tuhan , maka apapun cara atau jalan yang kita tempuh mestinya menyertakan pula ‘rasa butuh’ pada pertolongan Tuhan.
Dalam shalawat Fatih , misalnya , ada kalimat nashiril haqqi bil haqq , yakni pertolongan untuk memperoleh kebenaran selalu butuh kebenaran dalam setiap prosesnya.
Nabi adalah suri tauladan kebenaran proses dan kebenaran pemahaman , sehingga , dalam satu pengertian , bila seseorang belum mampu , karena Tuhan menghendaki demikian dan ada hikmah di balik itu , maka ia bisa mencari wasilah untuk mendekatkan diri kepada Kebenaran di jalan Tuhan.
Dalam konteks inilah shalawat dikatakan dapat menjadi wasilah rohani untuk memperoleh pertolongan yang benar melalui cara-cara yang benar , karena shalawat pada dasarnya mendekatkan seseorang pada sumber kebenaran primer yang diturunkan oleh Tuhan ke dunia.
Segera rubahlah prilaku dan sikapmu , perbaiki kondisi kepribadianmu , penuhi dengan akhlaq dan senyuman , kelembutan , niscaya Allah akan menebar kebaikan dalam dirimu serta jalan – jalan yang engkau lalui.
Sajak Islam/ Moch Anshary