Setiap Cobaan Datang Sebuah Proses Pendewasaan Diri |

‘Partai Digital’ Sebuah Keniscayaan

‘Partai Digital’ Sebuah Keniscayaan

Oleh: Yohanes Ngamal – Dosen dan Staff Ahli

 

Semenjak dekade 2010-an hingga sekarang, teknologi digital berupa teknologi seluler,  IoT (Internet of Things), AI (Artificial Intelligence), analitik data melalui Big Data, dan AR (Augmented Reality) berkembang sangat pesat.

Kemajuan teknologi digital yang berjalan beriringan dengan media sosial: Facebook, Amazon, Apple, Netflix Google  dan lain sebagainya telah mentransformasi berbagai bidang kehidupan manusian, tak terkecuali bidang politik.

Akibatnyan, banyak partai sosial-demokratis dan konservatif tradisional, seperti SPD dan CDU di Jerman, Partai Sosialis di Perancis, Partito Democratico Italia, dan PASOK, partai sosial-demokrat Yunani mencoba bertahan. Mereka kemudian memanfaatkan kecanggihan teknologi digital dalam setiap aktivitas kepeartaian untuk mencegah ‘kebangkrutan.’

Ketika partai-partai tradisional di dunia berjuang untuk bertahan hidup, muncul sebuah tren baru partai politik yang lahir atau berubah bentuk dan bertumbuh bersama teknologi digital.

Paolo Gerbaudo, pakar ‘digitalisasi partai’ dari King’s College London,  lewat bukunya,  The Digital Party: Political Organisation and Online Democracy (2018) menyebutkan bahwa fenomena baru tersebut sebagai “partai digital”, atau partai “populis digital”.

Pasalnya, di situ partai menjadikan teknologi digital seperti  ‘jantung’nya sendiri. Artinya, melalui teknologi digital,  partai itu lahir, berubah, bertumbuh dan beroperasi, termasuk menjalankan fungsi komunikasi internal dan eksternal sekaligus secara efisien dan efektif.

Sejak awal dekade kedua abad ini, ‘partai digital’  tampak dalam formasi seperti Pirate Parties. Pirate Partes lahir 1 Januari 2006 Swedia, kemudian bermarkas di Brusel, Begia, dan sekarang menyebar ke 36 negara di Europa, Amerika, Asia, Afrika and Australasia.

Lalu, pada 2009 muncul partai internet eklektik seperti Movimento 5 Stelle di Italia,  dan gerakan populis kiri baru seperti Podemos di Spanyol dan France Insoumise di Prancis, Corbyn’s Labour Party di Inggris Raya. Kemudian ada El Partido de la Red  di Argentina (April 2012), dan E-Party di Turki (2014) dan masih banyak lagi.

Ciri-ciri ‘Partai Digital’

Paolo Gerbaudo, menggambarkan ‘partai digital’ memiliki ciri-ciri  sebagai berikut.

Pertama,  membangun platformnya sendiri, yang disebut ‘platform partisipatif’ atau ‘portal partisipasi’. Platform ini membawa implikasi penting bagi cara partai politik menyusun struktur organisasi, beroperasi dan berkomunikasi secara internal dan eksternal.

Melalui plattfom tersebut para pengguna terdaftar dapat berinteraksi secara fleksibel dan intens dengan sesama anggota dan simpatisan partai. Mereka leluasa berpartisipasi dalam diskusi tentang isu-isu terkini, menghadiri acara pelatihan online, dan menyumbangkan ide atau pun uang untuk kemajuan partai.

Platform ini juga mengambil alih peran “elemen perantara” partai, yang digambarkan oleh filsuf dan teoritik politik Italia, Antonio Gramsci (1891-1937) sebagai “elemen ketiga” yaitu pemimpin dan anggota partai yang biasanya dilakukan oleh birokrasi partai dan oleh kadernya yang paling militan.

Pada sisi lain platform tersebut membuat kader partai terus bertransformasi supaya tak mengikuti jalan yang sama seperti toko buku yang terpaksa ditutup oleh Amazon, dan perusahaan taksi yang dihancurkan oleh GoCar ataupun GrabCar.

Kedua, keanggotan gratis. Partai digital beroperasi dengan model pendaftaran gratis yang sangat mirip dengan pendaftaran gratis akun media sosial.

Misalnya, dalam kasus France Insoumise di Perancis, warga cukup menulis alamat email dan kode pos, dan menekan tombol ‘je soutien’ (saya mendukung) untuk menjadi anggota.

Konsekuensinya, jika di partai tradisional anggota diharapkan membayar iuran berkala, maka di partai digital, tidak ada iuran anggota. Artinya partai harus mengandalkan sumber pendanaan lain, termasuk sumbangan sukarela dari anggota.

Ketiga, massa baru yang bertumbuh pesat. Model keanggotaan gratis yang diadopsi oleh partai-partai digital membuat partai digital bisa memiliki ledakan besar massa anggota.

Keempat, melalui teknologi baru, partai digital bisa  merevolusi gaya dan strategi kampanye pemilu, sehingga lebih berpeluang untuk meraih kemenangan.

Demokrasi Digital

Konsekuensi penting yang muncul dari kehadiran partai digital adalah demokrasi digital. Karena melalui partai digital,  anggota partai dapat ikut menentukan kebijakan partai dan memilih kandidat dan pengurus partai dengan cara yang kontingen dan tidak dapat diprediksi.

Melalui platform digital, partai digital dapat menghimpun dana kampanye, dan memobilisasi massa dengan cara yang tak bisa diprediksi partai kompetitor. Bahkan, partai digital membuka jalan bagi penyelenggaraan pemilu secara digital.

Akankah demokrasi digital menghasilkan proses dan keluaran yang lebih baik? Hanya waktu yang akan memberitahu. Sebab, selama literasi digital dan perangkat hukum partai digital hadir secara memadai, maka demokrasi digital sulit terwujud.

Sebab, tanpa kedua prsyarat itu, kampanye pemilu di era digital akan selalu diwarnai  oleh disinformasi, ujaran kebencian, propaganda, dan gangguan privasi.

Secara historis hal itu terbukti pada pemilu di Amerika Serikat dan di banyak negara lain. Di sana pemilu sarat dengan praktik penipuan, korupsi, dan propaganda negatif.

Makanya, Paolo Gerbaudo menyebut salah satu risiko dari demokrasi digital adalah lahirnya hyperleader. Hyperleader adalah sosok plebisitary-charismatic yaitu semacam sosok pemimpin bergaya selebritas yang gemar memperalat media sosial untuk menyebarluaskan pidato instannya terkait isu-isu yang muncul dari kerumunan massa.

Dan, salah satu sosok hyperleader yang nyata, kata Gerbaudo,  adalah Donald Trump.

Perlu Perangkat Hukum yang Memadai

Keberadaan partai dan demokrasi digital tak semata mengandalkan teknologi digital, tetapi juga dukungan perangkat hukum yang memadai.

Pada 2014, Turki misalnya, mendirikan sebuah partai politik digital bernama E-Party.

Tidak seperti partai politik lain di Eropa, E-Party Turky memiliki Majelis Elektronik di antara badan pusatnya.

Selain itu, ada E-Komisi Provinsi dan Kabupaten yang juga terlibat dalam organisasi provinsi partai.

Namun, ternyata perangkat hukum Turki  tidak siap untuk menata berbagai konsekuensi hukum dari pengoperasian partai digital berikut demokrasi digital yang diusungnya.

Apalagi, Turki memiliki undang-undang partai politik dan pemilu yang sangat rinci, kaku dan ketat. Akibatnya, keberadaan E-Party  berakhir pada tahun 2016.

Selain Turki, ternyata sejumlah negara di Eropa, di Asia Tengah (Tinisia) dan Amerika Latin (Venezualea, Argentina)  belum memiliki undang-undang yang secara resmi mengakui partai digital.

Jadi, perubahan konsep hukum dan penyediaan perangkat hukum yang memadai menjadi poin utama untuk mewujudkan digitalisasi partai politik (partai digital).

Digitalisasi Partai Digital di Indonesia

Apakah Partai di Indonesia  sudah melek digital? Jawabannya: ‘Ya, sudah’. Sebab, sejauh ini  Partai telah bertransformasi dengan memanfaatkan teknologi  digital di banyak lini.

Dalam konteks Pemilu misalnya, seluruh aktivitas mulai dari pendaftaran partai, verifikasi hingga pendaftaran Caleg juga dilakukan berbasis digital.

Prinsipnya, partai di Indonesia telah bertransformasi menjadi partai digital meskipun sebatas penggunaan aplikasi digital untuk mempermudah, mempercepat serta menambah efisiensi.  Dengan demikian digitalisasi terbukti telah memberikan manfaat yang cukup efektif dalam mengoptimalkan banyak hal sehingga Partai  tidak membutuhkan banyak waktu serta usaha untuk mencapai target dari setiap aktivitas kepartaian.

Jadi, mengacu ke proses transofmasi digital yang sudah dijalankan, Partai politik di Indonesia telah  dapat disebut sebagai sebuah ‘partai digital.’

Namun, mengacu ke pendapat Paolo Gerbaudo dan proses digitalitasasi partai yang terjadi di negara-negara lain, harus diakui bahwa  transformasi Partai politik di Indonesia  menjadi sebuah partai digital,  masih belum tuntas karena masih ada kendala.

Salah satu kendala utamanya adalah perangkat hukum. Sebagaimana terjadi di banyak negara,  undang-undang partai politik dan undang-undang pemilu kita belum mengakui secara resmi keberadaan partai digital, dan belum mengatur secara jelas kegiatan operasinya.

Itu berarti, Partai di Indonesia masih perlu melakukan lobi politik yang intensif untuk memasukkan isu-isu tersebut ke dalam pembahasan revisi perangkat hukum partai politik dan pemilu Indonesia.

Kendala lainnya adalah literasi digital. Memang, pengguna internet Indonesia yang sangat besar. Menurut laporan We Are Social, terdapat 204,7 juta pengguna internet di Tanah Air per Januari 2022,  atau  73,7 persen dari total penduduk pada  277,7 juta jiwa.

Namun, sebagiannya dari mereka belum memiliki literasi digital. Data Kominfo menyebutkan, indeks literasi digital Indonesia pada 2021 berada di level 3,49 dari nilai maksimum 5,00.

Itu berarti, Partai politik di Indonesia  harus juga berjuang keras membangun literasi digital, di kalangan warga yang menjadi basis politiknya.

Itulah dua pekerjaan rumah yang mesti dikerjakan segera, supaya Partai benar-benar menjadi sebuah ‘partai digital’ sesuai dengan kriteria yang berlaku di negara-negara lain di dunia.***

 

Share Article:

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terbaru

  • All Post
  • Autotekno
  • Beauty
  • Berita
  • Dunia
  • Ekonomi & Bisnis
  • Foto
  • Gaya Hidup
  • ILD
  • Konsultasi
  • Lifestyle
  • Nasional
  • Olahraga
  • Opini
  • Photography
  • Redaksi
  • Sosok
  • Travel
  • Uncatagories
  • Warna
    •   Back
    • Politik
    • Hukum
    • Daerah
    • Pendidikan
    • Wawancara
    •   Back
    • Peluang Usaha
    • Entrepreneur
    •   Back
    • Fashion
    • Kesehatan
    • Travelling & Kuliner
    •   Back
    • Motivasi
    • Inspirasi
    • Training & Seminar
    • Info Warga
    • Komunitas
Resep Es Doger

Resep Es Doger Oleh : Resep Alami dan Sehat   Bahan-bahannya : – 300 ml…

FAKTAREVIEW

Mengulas Fakta Dibalik Berita

Join the family!

Sign up for a Newsletter.

You have been successfully Subscribed! Ops! Something went wrong, please try again.
Edit Template

faktareview

Mengulas Fakta Dibalik Berita

Semoga konten-konten faktareview.com yag hadirkan bisa dinikmati, bisa memenuhi kebutuhan informasi serta bisa ikut membangun kesadaran masyarakat  menuju masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur.

Terimakasih Telah Berkunjung