FAKTAREVIEW.COM – Setiap wilayah memiliki pendekatan dalam mencegah dan menekan penyebaran COVID-19. Pemerintah Kota Semarang menerapkan pembatasan kegiatan masyarakat (PKM) dan memanfaatkan tim patroli untuk mengawasi dan mengedukasi masyarakat setempat mengenai pandemi ini.
Sejak awal pemerintahnya berupaya untuk melakukan pencegahan terhadap penularan virus SARS-CoV-2 di tengah masyarakat. Pihaknya menjaga supaya Kota Semarang tidak menjadi sebuah sebaran yang massif. Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi menyampaikan bahwa berbeda dengan kota besar yang lain, Kota Semarang menggunakan jalan tengah antara mereka yang setuju maupun yang menolak pendekatan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
“Berbeda dengan kota besar yang lain. Di saat kota besar memberlakukan PSBB, kami menggunakan format jalan tengah. Format jalan tengah dari hasil diskusi stakeholder dan komunitas di semarang,” ujar Hendrar saat berdialog virtual pada Kamis (4/6).
Menurutnya, di samping aspek kesehatan, tantangan utama yaitu pada aspek sosial, budaya dan terutama ekonomi. Hendrar berkata bahwa masyarakat terpaksa tinggal di rumah dan bekerja di rumah.
“Ekonomi terpuruk, hotel kosong, restoran sepi, tempat-tempat wisatanya juga sepi padahal Kota Semarang ini kota yang orientasinya adalah kota perdagangan dan jasa yang di fokuskan pariwisata,” tambahnya.
Kemudian, Pemerintah Kota Semarang menerapkan kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat (PKM). Kebijakan ini masih memungkinkan warga beraktivitas tetapi dalam koridor protokol kesehatan.
Dalam penyelenggaraannya, Pemerintah Kota Semarang mengerahkan tim patroli yang terdiri dari personel TNI, Polri dan aparat pemerintah kota. Tim itu berfungsi untuk memastikan warga paham dengan protokol kesehatan sehingga sikap adaptif masyarakat terbentuk. Tim patroli yang dipayungi hukum PKM tersebar di tingkat desa, kecamatan dan kota.
“Di kelurahan ada 3, jadi 177 kelurahan dikali 3, kemudian di kecamatan ada 3 juga, 16 dikali 3, di kota juga ada tim patroi besar,” katanya.
Di tengah penyelenggaraan PKM yang sebenarnya berhasil menekan penularan, kenaikan kasus sempat terjadi karena fenomena jelang lebaran. Hendrar mengatakan bahwa PKM jilid pertama berlangsung sejak 27 April 2020 dan berlaku 28 hari. Selanjutnya, PKM diperpanjang 14 hari hingga nanti berakhir pada 7 Juni 2020.
Ia mengatakan bahwa jelang lebaran, orang sudah lupa COVID-19 sehingga timbul kluster baru.
“Orang jadi fokus pada lebaran, mal penuh, pusat perbelanjaan ramai, pasar ramai,” ujarnya.
Setelah ada kenaikan, pihaknya melakukan tes secara massif di mal, pusat perbelanjaan, pasar, pusat keramaian. Dari hasil tes tersebut ditemukan 128 pasien positif yang akhirnya di rujuk ke rumah sakit.
Menyikapi perkembangan penanganan di wilayahnya, pemerintah selalu mensosialisasikan adaptasi kebiasaan baru. Adaptasi kebiasaan baru ini sejak awal diterapkan, seperti di bidang industry dengan penerapan protokol kesehatan dan pendekatan yang aman, mulai pembatasan karyawan atau jam kerja.
Selai itu, pemerintah kota juga menekankan pada protokol kesehatan di ruang publik, seperti misalnya mal mau pun di tingkat pedagang kaki lima. Di tempat itu harus dilengkapi termal gun, wastafel portabel, sampai pengaturan antrian.
“Berubah drastis. Ekonomi melambat tapi masih bisa beraktivitas,” jelasnya.
Di akhir dialog, Hendrar menyampaikan,”Semua hal dapat berjalan baik apabila kita semua kompak dan komitmen mengikuti anjuran dan ketentuan yang sudah dikeluarkan pemerintah. Persoalan kedispilinan mengenai SOP kesehatan adalah hal yang mutlak untuk memutus mata rantai penularan COVID -19.”
Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Nasional
Sumber:covid19.go.id