بسم الله الرحمن الرحيم
Pendidikan Islam, Guru Profesi Mulia
Oleh : Tommy Abdillah
(Dosen Universitas Swasta)
Catatan Spirit Buat Para Pahlawan Tanpa Jasa Memperingati Hari Guru Nasional 25 November 2021
Masih segar dalam ingatan ini ketika masa kanak-kanak dahulu penuh dengan harapan cita-cita masa depan sehingga para guru pada saat mengajar sering bertanya kepada anak-anak muridnya, anak-anak kalau sudah besar cita-citanya mau menjadi apa? Masing-masing murid memberi jawaban yang berbeda-beda, ibu guru saya mau jadi dokter, saya mau jadi pilot, saya mau jadi insinyur, saya mau jadi tentara dan ternyata jarang terdengar saya mau jadi guru sebagaimana Ibu atau Bapak guru mengajarkan ilmunya kepada kami. Guru adalah orang yang pekerjaannya atau mata pencahariannya atau profesinya mengajar. (Ref : Kamus Besar Bahasa Indonesia versi online).
Sebagian orang menganggap bahwa menjadi seorang guru bukanlah jabatan yang prestesius dan bukan pula profesi yang menjanjikan tetapi menjadi guru adalah suatu kemuliaan hidup. Hakikat guru atau pendidik didalam islam pada prinsipnya tidak hanya mereka yang mempunyai kualifikasi keguruan secara formal yang diperoleh dari pendidikan tinggi.
Melainkan yang terpenting adalah mereka yang mempunyai kompetensi keilmuan tertentu dan dapat menjadikan orang lain pandai dalam matra kognitif, afektif dan psikomotorik. Matra kognitif menjadikan peserta didik cerdas intelektualnya, matra afektif menjadikan siswa mempunyai sikap dan perilaku yang sopan, dan matra psikomotorik menjadikan siswa terampil dalam melaksanakan aktivitas secara efektif dan efesien, secara tepat guna.
(Ref : Zaenal Mustakim, Strategi dan Metode Pembelajaran hal 5, Pekalongan : STAIN Press, 2013).
Islam Memuliakan Guru
Islam telah menetapkan akan kewajiban setiap hamba untuk menutut ilmu sebab dengan dasar ilmu seseorang dapat beramal soleh, berkarya, berkreasi, berinovasi dan memberikan kemanfaatan bagi manusia banyak sehingga ia tercatat menjadi seorang hamba yang akan mendapatkan ridho dari Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda,
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ .
Artinya : ”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”.(HR.Ibnu Majah).
Ilmu tidak akan diperoleh tanpa dituntut dan ilmu tidak akan didapat dengan baik tanpa adanya bimbingan dari guru. Tingginya kedudukan guru didalam Islam merupakan realisasi dari ajaran Islam itu sendiri sebab Islam memuliakan pengetahuan dan ilmu pengetahuan itu didapat dari proses belajar mengajar.
Sementara yang belajar adalah calon guru dan yang mengajar adalah guru. Maka dapat dipastikan Islam memuliakan guru. Tak terbayangkan terjadinya perkembangan pengetahuan sains dan teknologi di era digital zaman now tanpa adanya orang belajar ataupun orang yang mengajar. Serta tak terbayangkan pula adanya belajar dan mengajar tanpa adanya bimbingan guru.
Imam Al-Ghazali rahimahullahu menukil dari perkataan para ulama yang menyatakan bahwa guru merupakan Siraj atau pelita segala zaman, orang yang hidup semasa dengannya akan memperoleh pancaran cahaya keilmuannya.
Andaikata dunia ini tidak ada guru niscaya manusia seperti binatang sebab mendidik adalah upaya mengeluarkan manusia dari sifat kebinatangan kepada sifat insaniyah dan ilahiyah.
Sumber ilmu itu berasal dari Allah SWT sehingga guru pertama makhluk adalah Allah SWT. Allah SWT berfirman,
قَالُوا سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ
Artinya : Mereka menjawab: “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (QS.Al-Baqarah: 32).
Pada saat perang Badar Kubra usai yang dimenangkan oleh pasukan Rasulullah SAW menyisakan sejumlah tawanan perang. Lalu sahabat Rasulullah SAW Umar bin khatab r.a memberikan pendapat untuk meminta tebusan kepada keluarga tawanan. Adapun nilai tebusannya ada yang empat ribu dirham, tiga ribu dirham dan seribu dirham. Siapa yang tidak sanggup menebus maka dia bisa mengajari sepuluh anak-anak Madinah sebagai ganti dari tebusannya. Jika anak-anak itu sudah mahir maka tebusannya dianggap lunas.
(Ref : Syaikh shafiyyur Rahman Al-mubarakfury, Sirah nabawiyah hal 303).
Guru Teladan, Guru yang Mengamalkan Ilmunya
Krisis pendidikan dapat terjadi ketika seorang guru kehilangan keteladanan ditengah-tengah muridnya. Ada peribahasa kita yang mengatakan, guru kencing berdiri murid kencing berlari. Belakangan sering terjadi Dosen bermoral bejat melakukan pelecehan sexual terhadap mahasiswinya.
Seorang guru yang baik tidak hanya sekedar mampu berhasil mengajarkan ilmu pengetahuan sains dan teknologi kepada peserta didiknya tetapi lebih dari itu guru yang baik adalah seorang guru yang mampu mengamalkan ilmunya dan memberikan contoh serta keteladanan kepribadian Islam kepada murid-muridnya.
Allah SWT sangat murka kepada seseorang yang hanya pandai bicara beretorika tetapi tidak melakukan apa yang ia katakan. Allah SWT berfirman,
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ (2) كَبُرَ مَقْتًا عِندَ اللَّهِ أَن تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ (3)} [الصف : 2-3]
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”(QS. As-Shaff: 2-3).
Al-Imam Al-qurthubi rahimahullahu menafsirkan ayat ini : “Kata tanya ini datang dalam gaya bahasa mengingkari dan mengecam orang yang hanya berkata kebaikan namun dia tidak mengerjakan kebaikan tersebut, baik terhadap perkara yang telah berlalu maka dia dengannya telah berdusta atau terhadap perkara yang akan datang maka dengannya dia telah menyalahi janji dan kedua realitas ini tercela.
(Ref : Kitab Tafsir Al-jami’ Liahkamil qur’an, 18/80).
Kesejahteran Guru
Profesi guru hari ini antara hidup mulia dan hidup tak sejahtera.
Seorang guru juga manusia biasa yang memiliki keluarga dengan sejumlah kebutuhan dasar hidup yang harus dipenuhinya. Pemerintah memang telah memberikan anggaran APBN bagi pendidikan sebesar 20 % agar kualitas pendidikan semakin baik dan kesejahteraan gurupun semakin meningkat tetapi kondisinya masih jauh panggang dari api. Penulis dapat mewakili aspirasi para guru yang hingga kini hidupnya masih jauh dari standart sejahtera.
Fakta hari ini menunjukkan bahwa profesi guru yang disebut sebagai gelar pahlawan tanpa tanda jasa itu belum dapat hidup sejahtera secara merata, apalagi nasib guru honorer.
Tuntutan tugas sebagai pendidik tidak sebanding dengan penghargaan apalagi kesejahteraan hidup mereka. Banyak para guru dan dosen masih hidupnya pas-pasan sehingga banyak guru yg berprofesi ganda. Muncullah istilah, ada guru politik (guru yang nyambi politisi), guru ekonomi (guru yang nyambi berdagang), guru jeki (guru nyambi ojek). Semua hal itu terpaksa dilakukan demi memenuhi tuntutan hidup yang serba tidak pasti. Hal ini tentu akan berimplikasi kepada konsentrasi guru dalam proses belajar mengajar sehingga menjadi penghambat dapat melahirkan generasi gemilang yang menguasai sains dan teknologi yang bertaqwa.
Guru nasibmu dulu hingga kini tak jauh berbeda nasibnya sebagaimana lagu Iwan fals Oemar bakrie.
Dimasa Kejayaan Islam
Sebagai sebuah perbandingan pada masa kejayaan ke Khilafahan Islam profesi seorang guru sangat dihargai. Ad-Dimsyaqi mengisahkan dari al-Wadliyah bin Ataha’ bahwa Khalifah Umar bin al-Khaththab r.a memberikan gaji kepada 3 orang guru yang mengajar anak-anak di kota Madinah masing-masing sebesar 15 dinar setiap bulannya (1 dinar = 4,25 gram emas). Artinya, 63,75 gram perbulan. Kalau diuangkan (dengan asumsi 1gram emas 22 karat seharga Rp 800.000), maka gaji mereka sebesar Rp. 50.970.000. Dizaman Khalifah Harun Al-Rasyid para penulis berbagai bidang ilmu akan diberikan emas seberat buku yg ditulisnya. Sungguh fantastis bukan?.
Penutup
Hal ini membuktikan bahwa kedudukan seorang pendidik apakah guru, dosen dan para ustadz didalam Islam memiliki kedudukan yang sangat mulia. Jasa-jasa mereka akan dihargai sesuai dengan profesi mereka yang mulia baik dalam nilai dimensi dunia maupun akhirat. In syaa Allah tidak lama lagi peradaban Islam akan kembali tegak menguasai peradaban dunia sehingga tidak akan lagi dikenal nasib guru seperti lagu Oemar Bakrie.
Wallahu a’lam