Raden Ayu Tan Peng Nio adalah seorang pejuang Tionghoa-Indonesia. Ia berperan dalam perang Geger Pacinan melawan tentara Belanda.
Ia adalah anak dari Jenderal Tan Wan Swee, yang berselisih pendapat dan melakukan pemberontakan yang gagal terhadap Kaisar Qian Long (25 September 1711-1799) dari Dinasti Qing.
Jenderal Tan Wan Swee lalu menitipkan putrinya yang bernama Tan Peng Nio kepada sahabatnya, Lia Beeng Goe, seorang ahli pembuat peti mati dan ahli bela diri. Saat kudeta gagal, Tan Peng Nio menjalani pelarian bersama Lia Beeng Goe ke Singapura, kemudian berpindah ke Sunda Kalapa (Jakarta).
Pada tahun 1740, terjadi huru-hara yang terkenal dengan nama Geger Pecinan, dimana terjadi pembantaian terhadap etnis Tionghoa oleh tentara VOC Belanda. diceritakan bahwa Lia Beeng Goe dan Tang Peng Nio mengungsi ke arah Timur, hingga tiba di Kutowinangun (Kebumen, Jawa Tengah) dan bertemu dengan Kiai Honggoyudho yang mahir membuat senjata.
Ketika terjadi peperangan dan penyerbuan selama 16 tahun (1741-1757) oleh Pangeran Garendi, Tan Peng Nio dikabarkan ikut bergabung ke dalam 200 pasukan bentukan KRAT³ Kolopaking II, yang dikirimkan untuk membantu pasukan Pangeran Garendi. Tan Peng Nio juga dikabarkan sempat menyamar menjadi seorang prajurit laki-laki. Peperangan kemudian berakhir dalam perundingan Giyanti, pada tanggal 13 Februari 1755.
Ia menikah dengan KRT Kolopaking III. Saat perang berakhir, ia dan suaminya menetap di Kutowinangun, Kebumen, Jawa Tengah (Jateng). Dari pernikahannya, mereka dikaruniai dua orang anak, yaitu KRT Endang Kertawangsa dan RA Mulat Ningrum. RA Tan Peng Nio dikebumikan di Desa Jatimulyo, Kecamatan Alian, Kebumen, Jateng. Makamnya dibangun dengan gaya makam, berbentuk bangunan Tionghoa. (Copas)