Jangan Terpuruk Lubang Yang Sama
(Pelajaran Kematian Ratusan KPPS Pilpres hitam 2019)
–‐———————————————-
Pilpres 2019 membawa duka mendalam. KPU yg memperkerjakan para banyak orang2 usia pensiunan dgn beban kerja dan tekanan yg berat selama 3 hari utk mengawal TPS diseluruh Indonesia. Selama proses jatuh banyak korban sakit , lebih dari 800 KPPS wafat, ribuan sakit. Sementara sistem layanan kesehatan dan rujukan kurang dipersiapkan. Persiapan yg ugal ugalan ini menjadi bencana Pilpres yg tragis. Pasca pilpres tdk ada upaya penelusuran yg serius akan sebab bencana tsb.
MERC sedari awal berupaya memberikan masukan agar KPU mengantisipasi, MERC juga melakukan upaya mitigasi dgn membentuk tim mitigasi bencana pemilu 2019, bahkan ketika korban sdh jatuh mencapai 144 orang MERC mendatangi KPU utk memberi masukan, namun kurang mendapatkan tanggapan. Hasil penelusuran tim MERC mendapatkan data bahwa , banyak KPPS yg menderita nyeri dada , pingsan dan sebagainya. Sebagian besar hanya mendapatkan pengobatan ke puskesmas atau RS kecamatan tipe D atau C, tdk banyak yg dibawa ke RS tipe B atau tipe A. Kita tau bahwa nyeri dada (chest pain) ini adalah gejala dari serangan jantung, dimana akan membutuhkan pelayanan yg tepat dan optimal. Ketersediaan cathlab di RS menjadi penentu keberhasilan pengobatan serangan jantung. Sementara itu tdk banyak RS yg mempunyai cathlab , hanya RS tipe A dan sebagian tipe B. Bisa dibayangkan apabila para korban ditangani di RS atau faskes yg tdk punya cathlab, maka resiko kematian menjadi tinggi.
Beberapa faktor resiko yg mengindikasikan belum baiknya sistem layanan kegawatdaruratan medis di indonesia, yaitu :
- a) sistem layanan rujukan yg lemah, Tdk tersedianya call center yg dapat melakukan triase pre hospital membuat penderita kegawatdarutan medis tdk mendapatkan informasi yg tepat ttg penyakitnya harus berobat ke RS tipe yg mana. Seringkali datang ke faskes tingkat pertama lalu dirujuk bertahap. Hal ini membuat waktu respon penanganan yang lambat.
- b) Kualifikasi IGD di indonesia belum jelas. Fasilitas dan sumber daya apa yang wajib disediakan di IGD blm terstandard.
- c) Belum terbangunnya sistem layanan pra hospital yang terdiri dari layanan rujukan dan ambulance. Layanan-layanan tersebut belum menjadi ranah layanan medis sehingga belum terstandar.
- d) RS belum mempunyai sistem penanganan Mass Casualities Incidence (MCI) dimana di negara maju seperti AS selalu menanyakan tentang SOP tersebut apabila RS kita menjadi rujukan penyelenggaraan acara-acara internasional seperti KTT dan sebagainya.
Faktor tersebut diatas membuat Indonesia menjadi salah satu negara dengan sistem penanganan kegawatdaruratan medis resiko tinggi.
Upaya KPU untuk pilpres 2024 ini baru sebatas pembatasan usia KPPS yang ditugaskan yaitu dari usia 17 tahun s/d 55 tahun. Namun belum terlihat sistem layanan kegawatdaruratan medis yang dibangun. Tentu kita semua berharap bencana tidak terulang lagi. Jangan terpuruk masuk lubang yang sama.
Salam
Dr. Yogi Prabowo, SpOT
Medical Emergency Rescue Committee
Sumber: tempo.co