Oleh: Jhon SE Panggabean,S.H.,M.H.
Bahwa Negara Republik Indonesia ini adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, oleh karena itu setiap orang tanpa membedakan keyakinan, agama, suku, bangsa, golongan dan kedudukannya wajib tunduk serta menjunjung tinggi hukum demi tegaknya keadilan, kebenaran bagi setiap orang guna melindungi dan mempertahankan hak-hak asasi manusia yang sesuai dengan harkat dan martabatnya.
Demikian juga didalam konsideran Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada huruf a, yang berbunyi “Bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan…”.
Dari bunyi kalimat di atas dapat kita mengerti bahwa Negara Republik Indonesia adalah “Negara Hukum” yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, Negara menjamin setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan setiap warga negara “tanpa kecuali” wajib menjunjung tinggi hukum.
Maka di dalam kehidupan bernegara, negara kita menganut azas legalitas yang berlandaskan Undang-undang dan supremasi hukum, oleh karenanya berdasarkan prinsip dasar tersebut, maka semua warga negara baik aparat penegak hukum maupun masyarakat tidak dibenarkan bertindak diluar hukum (bertindak sewenang-wenang). Dalam kedudukannya sebagai Warga Negara Indonesia yang sama derajat dihadapan hukum, maka masyarakat mempunyai perlindungan yang sama dihadapan hukum, dan mendapatkan perlakuan keadilan yang sama dihadapan hukum.
Adapun pengertian hukum secara umum adalah kumpulan peraturan yang mengatur hubungan antara sesama dalam masyarakat yang mempunyai sifat memaksa dan mengikat yang bertujuan untuk menciptakan ketertiban dan ketenteraman. Negara Indonesia sebagai Negara Hukum telah mengatur semua aspek kehidupan manusia sejak dalam kandungan sampai meninggal.
Adapun aturan hukum dibuat misalnya dalam bentuk Undang-undang dibuat oleh Legislatif (DPR) bersama-sama dengan Eksekutif (Pemerintah) dan undang-undang tersebut sejak diundangkan berlaku bagi seluruh masyarakat berlandaskan asas hukum, bahwa semua sama dihadapan hukum (equality before the law). Hukum secara umum terbagi dari 2 (dua) bagian, yakni hukum Publik yang mengatur hubungan antara negara dan perseorangan atau mengatur kepentingan umum ( Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara, Hukum Pidana, Hukum Internasional ) dan Hukum Privat yang mengatur hubungan antara perseorangan atau kepentingan perseorangan ( Hukum Perdata, Hukum Dagang ).
Dalam rangka untuk menegakan Hukum (undang-undang) atau aturan Negara diberi tugas dan wewenang kepada lembaga Yudikatif yakni Mahkamah Agung dengan Peradilan dibawahnya untuk menegakkan semua Undang-undang atau aturan Negara dengan mengadili semua pelanggaran hukum, misalnya dalam bidang Hukum Pidana yang diawali dari Penyidikan oleh Kepolisian atau Kejaksaan sampai proses pemeriksaan di Pengadilan, demikian juga dibidang Perdata sejak gugatan diajukan di Pengadilan Negeri sampai putusan Kasasi di Mahkamah Agung.
Penegakan Hukum Sebelum Reformasi
Adapun Penegakan hukum sebelum reformasi (zaman orde baru), hukum cenderung menjadi instrumen bagi penguasa untuk melanggengkan dan melegitimasi kekuasaan bahkan untuk melindungi birokrasi dan eksekutif yang diduga korup. Saat itu sangat sulit untuk mendapatkan keadilan, bahkan kebebasan berpendapat yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 atau memberikan pendapat atau kritikan kepada Penguasa adalah hal yang sangat mustahil, bahkan sekalipun bagi media Massa (Pers). Dimana upaya sejumlah pihak yang berupaya memprotes ataupun mempertanyakan kebijakan tentang penegakan hukum justru dapat dituduh sebagai pelanggar hukum, bahkan proses hukum pun bisa ditabrak demi kepentingan politik. Dimana penguasa saat itu dapat melakukan intervensi dalam penegakan hukum, yang akhirnya kemudian lahirlah reformasi.
Penegakan Hukum Setelah Reformasi
Awal Reformasi masyarakat dan pemerintah sama sama menginginkan agar penegakan hukum menjadi salah satu prioritas yang harus dilakukan, bahkan saat reformasi ada slogan “Jadikan Hukum Menjadi Panglima” itu selalu didengungkan baik oleh masyarakat yang peduli tentang penegakan hukum maupun statement dari pemerintah dan hal ini adalah sangat tepat untuk membangun bangsa ini dibidang ekonomi maupun hukum.
Adapun agenda reformasi dibidang politik dan hukum adalah menjalankan pemerintahan yang bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) serta melaksanakan supremasi hukum dengan memberantas korupsi yang dianggap penghambat kemajuan dibidang ekonomi dan pembangunan. Dalam mewujudkan agenda Reformasi dibidang hukum tersebut, maka berdasarkan Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuklah Lembaga pemberantasan korupsi yang dinamakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Diawal reformasi penegakkan hukum baik dari sisi kuantitas (jumlah perkara) yang disidik atau diproses hingga ke tingkat pengadilan cukup signifikan perkembangannya.
Demikian juga dari segi kualitas (bobot perkara) yang ditangani oleh Penegak Hukum terutama oleh KPK perkembangannya juga signifikan, dimana sebelum reformasi jangankan Gubernur atau Menteri setingkat Bupati sajapun selama 32 ( tiga pulu dua tahun ) tidak pernah tersentuh oleh hukum dalam arti dijadikan Tersangka. Namun, sejak reformasi Bupati, Gubernur hingga Menteri bahkan Ketua Lembaga Peradilan
(Ketua Mahkamah Konstitusi) telah diproses dan bahkan telah dijatuhi hukuman berdasarkan putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) karena melakukan perbuatan korupsi. Bahkan ironinya juga 10 (sepuluh) tahun terakhir ini justru beberapa oknum penegak hukum Polisi, Jaksa, Advokat dan Hakim bahkan anggota DPR, DPRD juga tersangkut perbuatan tercela dalam kasus korupsi atau suap menyuap dalam menjalankan tugasnya.
Seiring berjalannya waktu akhir-akhir ini slogan “Jadikan Hukum Menjadi Panglima” sudah tidak lagi kedengaran padahal pencapaian cita-cita reformasi dalam penegakkan hukum masih sangat jauh dari harapan dan sebaliknya justru saat ini sangat banyak permasalahan hukum yang menjadi polemik di masyarakat termasuk masalah di Lembaga Penegak Hukum KPK yang dibentuk sejak awal merupakan lembaga yang kuat ( superbody ) dan independen bebas dari intervensi pihak manapun dalam pemberantasan korupsi. Sejak awal reformasi, KPK diharapkan mampu menegakkan hukum untuk memberantas korupsi, namun sangat disayangkan saat ini KPK sibuk dengan masalah interen sehubungan dengan perubahan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) pasca revisi undang-undang KPK yang hingga saat ini menjadi pembahasan yang hangat bahkan menjadi polemik, hal ini tentu apabila tidak segera diakhiri, maka selain merugikan lembaga KPK juga akan menghambat upaya pemberantasan korupsi.
Keadaan atau Realita Penegakan hukum di Indonesia saat ini bisa dikatakan masih memerlukan perjuangan yang panjang dan memerlukan penegak-penegak hukum serta pejabat-pejabat yang mempunyai integritas moral yang tinggi yang berkomitmen mengutamakan kepentingan umum diatas kepentingan politik. Bahwa walaupun kondisi penegakkan hukum saat ini belum mencapai sebagaimana yang kita cita-citakan sejak reformasi, namun sebagai masyarakat Indonesia kita harus optimis dan bangkit dengan tetap semangat untuk memberikan kontribusi dalam penegakkan hukum, minimal perbuatan yang diawali dari diri sendiri dan tidak henti-hentinya menyuarakan hukum dan kebenaran. Karena Tuhan cinta akan hukum dan keadilan serta penegakan hukum.
Akhirnya, mari kita memikirkan untuk menyelesaikan masalah-masalah hukum secara baik dan positif demi kepentingan bersama dalam membangun Bangsa dan Negara Republik Indonesia.
Jhon SE Panggabean,S.H.,M.H. Advokat Senior di Jakarta & Ketua Masyarakat Peduli Hukum Indonesia (MPHI)