FAKTAREVIEW, Lampung Tengah– Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah telah membuat kebijakan relaksasi atau keringanan bagi para wajib pajak dengan memangkas tarif pajak daerah. Sementara, relaksasi pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) tahun 2020 mencapai Rp 8 miliar atau sekitar 70 persen lebih dari surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT).
Kepala Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Lampung Tengah Madani, mengatakan kebijakan pemberian relaksasi bagi masyarakat yang memiliki kewajiban membayar PBB-P2 berdasarkan Peraturan Bupati Lampung Tengah No.18 tahun 2020 tentang Pembebasan dan Pengurangan Sementara Pembayaran Pajak Daerah, yang berlaku sejak 6 Apri 2020.
Kebijakan pembebasan dan pengurangan sementara pembiayaan pajak daerah meliputi Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan dan Perdesaan (PBB-P2), pajak hotel, pajak hiburan, dan pajak parkir. Setidaknya, dari 641.582 SPPT yang ada di Lampung Tengah, sebanyak 447.970 obyek pajak dibebaskan pembayarannya PBBnya.
”Bagi besaran PBB-P2 nol rupiah sampai dengan tiga puluh lima ribu rupiah diberikan pembebasan pembayaran pajak tahun 2020, bila lebih dari tiga puluh lima ribu maka wajib untuk membayar pajaknya. Kebijakan relaksasi hanya untuk sementara, berlaku tahun 2020 sebagai bentuk keringan disebabkan wabah Covid-19,”katanya.
Dalam Perbup No.18 tahun 2020, baik pajak hotel maupun rumah makan telah diberikan pengurangan tarif 50 persen dari tarif pajak 10 persen yang tertera dalam peraturan daerah. Sedangkan pajak hiburan diberikan pengurangan tarif pajak 50 persen dari tarif pajak 30 persen yang tertera dalam peraturan daerah.
Hingga pekan terakhir November 2020 ini kata Madani, realisasi perolehan PBB-P2 di daerahnya tahun anggaran 2020 telah mencapai 96,63 persen atau sebesar Rp 19.226.301.600 dari target Rp19.897.713.300. ”Kita optimis hingga akhir Desember 2020 ini target seratus persen lebih perolehan PBB-P2 bisa dicapai. Kita yakin, pada dasarnya rakyat kita sudah patuh terhadap kewajiban membayar pajak, hanya petugas harus bersabar saat memungut kepada wajib pajak,”katanya.
Terkait dengan kemungkinan perubahan status wajib pajak maupun obyek pajak, Madani mengaku pihaknya tak dapat mengetahui, tanpa ada kerjasama dengan pihak terkait seperti RT, Kepala Kampung/Lurah dan Camat. Setiap tahun ada penyampaian SPPT kepada wajib pajak diantaranya untuk melakukan update data dengan melakukan koreksi terhadap kebenaran wajib pajak maupun obyek pajak.”Setiap tahun ada penyampaian SPPT sebagai update data mulai dari pemilik maupun perubahan oyek pajak. Usulan perubahan oyek pajak maupun wajib pajak atau besaran nilai pajak harus didukung dengan dokumen yang jelas. Perubahan wajib pajak maupun nilai obyek pajak sulit dipantau bila tak ada laporan yang jelas, baik dari Lurah/Kepala Kampung maupun Camat,”katanya.
Saat ini kata Madani, pihaknya masih menyiapkan sistim yang terintegrasi dengan Dinas Perizinan untuk membuat data base wajib pajak maupun obyek pajak yang akuntabel dan transparan. Melalui data base yang terkoneksi antara Dinas Perizinan dan BPPRD, dapat terpantau wajib pajak yang ada persoalan dengan tunggakan PBB atau perubahan status atas obyek pajak yang belum terupdate, maka Dinas Perizinan akan menunda penerbitan perizinan sampai persoalan terkait obyek pajak diselesaikan.“ Kami sudah bekerjasama dengan BPN, dimana akte tanah belum bisa diterbitkan oleh BPN mana kala data kepemilikan tanah masih bermasalah, seperti BPHTB yang belum dibayar, BPN baru bisa menerbitkan sertifikat bila BPHTB diselesiakan, karena data sudah terkoneksi dengan BPN,” tegasnya. (pri-FR)