Bila kita melakukan sesuatu yang bisa mè-menderitakan orang lain , maka derita itu akan memantul kepada kita ، baik cepat atau lambat , dengan cara yang tidak kita duga.
Di antara ikhtiar cepat melangitkan do’a dan harapan untuk di ijabah adalah membersamainya dengan kemurahan hati dan gemar menolong kepada sesama.
Hidup manusia sehari-hari akan terus bergelut dengan persoalan mendasar yang sama seperti itu , hanya berbeda-beda saja bentuk dan isinya dari waktu ke waktu.
Kita semua ingin hidup tenang dan nyaman hanya saja kriteria tenang dan nyaman , senang dan bahagia , itu selalu didasarkan pada asumsi kita atau bahkan ego kita, sehingga ketika yang dianggap baik dan bikin tenang itu tidak tercapai , yang muncul justru keluhan , protes diam-diam karena tidak berani frontal protes pada Tuhan yang menentukan takdir karena takut dosa.
Bagaimana solusinya ? Sayangnya , tidak ada formula yang pasti seperti rumus matematika untuk persoalan hidup.
Itu sebabnya , dikatakan kita sebenarnya berada di medan ‘jihad akbar’ dari waktu ke waktu.
Tetapi bekal dasarnya adalah sama , bagaimana agar perjuangan ini selalu diarahkan dan difokuskan pada upaya hati mengenali dirinya sendiri , sehingga kenal Tuhan dengan lebih dekat , supaya hati , bukan hanya pikiran , tahu dan yakin sekali (haqqul yaqin) bahwa Allah itu bisa mewujudkan sesuatu hal yang tidak memungkinkan menurut kita dengan cara yang lebih tidak mungkin menurut pandangan kita.
Modal dasar awal perjuangan batin semacam ini semuanya tentu sudah tahu . do’a , memohon ampunan dan pengakuan yang terus-menerus .
Walau bisa jadi sekarang kita masih naik-turun bergejolak dalam hati , kita idealnya tidak putus asa.
Mungkin gejolak yang meresahkan itu adalah cara Tuhan agar kita belajar mengalihkan harapan pada diri sendiri dan pada manusia , ke harapan kepada-Nya semata.
Ada redaksi do’a yang bagus , yang barangkali bisa kita renungkan dan syukur-syukur amalkan.
Do’a ini pada dasarnya bertujuan untuk “mendidik hati” agar sadar secara rohani . Kesadaran rohani inilah landasan dari semua bentuk ketenangan.
Dan , bagi manusia biasa seperti kita , mungkin butuh ada latihan dan perjuangan.
Dan sebenarnya , mau berjuang atau tidak untuk menyadarkan hati , semua manusia suatu saat pasti harus menerima kenyataan bahwa hidup kita pada hakikatnya bukan dalam kendali diri kita.
Kalau kesadaran ini sudah menembus sampai ke dalam qalbu , secara teori hati akan tenang dengan sendirinya.
Kalau belum sampai seperti itu , maka itu tanda pengetahuan kita soal kerelaan menerima takdir sangat mungkin masih sebatas pengetahuan ilmu dan pikiran , bukan pengetahuan hati.
Tetapi walau baru sampai ke pengetahuan ilmu dan pikiran , itu jauh lebih baik daripada tidak sama sekali , agar kita setidaknya bisa sedikit lebih bersyukur dan kegelisahan bisa diredakan walau mungkin cuma sebentar-sebentar.
Bagaimanapun , semua butuh proses , dan Allah tahu proses mana yang terbaik buat kita.
Do’a yang saya maksud , dan bagus untuk menjadi renungan setiap malam , atau seusai salat , adalah ini:
Maafkan aku ya Allah atas tangisan-tangisanku di berbagai malam , atas ketidaksabaranku menjalani kehidupan ini , ampunilah aku dengan takdir-takdir terbaik-Mu dan jadikan dalam hatiku rasa sadar dan menerima bahwa semua yang terjadi padaku adalah Qada dan Qadar-Mu duh wahai Tuhanku ampuni aku.
è m b u n b è n i n g
Sajak Islam/Moch Anshary