✅ Pertanyaan:
Assalamualaikum ustad,saya ingin bertanya.
Saya sepakat membeli sebuah sepeda motor seharga 25 juta dengan sahabat saya.dan kemudian melakukan pembayaran awal (dp) senilai 5 juta.
Saya menjanjikan sisa harga 20 juta di lakukan segera mungkin, dan penjual mengatakan bahwa dia tidak terburu2 dan memberi keluangan waktu untuk saya.
Tiba-tiba penjual mengabarkan bahwa motor tersebut telah laku di jual dengan harga yang lebih tinggi 30 juta.
Dan DP saya di kembalikan,bagaimana hukumnya ustd?
✅ Jawab:
Yang pertama, jual beli di atas terkait dengan العربون atau down payment sebagai tanda jadi jual beli,
Jadi sebagian harga sudah di serahkan di awal sebagai tanda kesepakatan jual beli antara pembeli dan penjual.
Dan sebagai tanda keseriusan untuk melakukan jual beli (Hamish Jiddiyah).
Pembeli harus menyempurnakan harga jika sudah terjadi jual beli antara kedua belah pihak.
Dan jika terjadi pembatalan maka DP di potong sesuai kerugian riil dari penjual. hal ini di fatwakan juga dalam fatwa DSN MUI No 13 tahun 2000.
Ketika ibu sudah melakukan pembayaran sebesar 5 juta maka sudah terjadi pengikatan dengan penjual maka kemudian pembatalan jual beli hanya boleh terjadi jika kemudian pembeli membatalkan. Bukan penjual yang membatalkan.
Dalam kasus ini pembatalan di lakukan oleh penjual secara sepihak karena mendapatkan harga yang lebih tinggi, padahal sudah terikat dengan syarat yang telah di sepakati bersama.
Dalam qawaid fiqhiyah disebutkan
الْمُسْلِمُوْنَ عَلَى شُُرُوْطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا
“Kaum Muslimin Harus Memenuhi Syarat-Syarat Yang Telah Mereka Sepakati Kecuali Syarat Yang Mengharamkan Suatu Yang Halal Atau Menghalalkan Suatu Yang Haram”
Bahkan dalam hadits disebutkan dari Abu Hurairah Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam bersabda
الْمُسْلِمُوْنَ عِنْدَ شُُرُوْطِهِمْ
“kaum Muslimin harus memenuhi syarat-syarat yang telah mereka” (HR Bukhari)
Dan kaidah ini berlaku di dalam perkara jual beli seperti yang ibu sebutkan di atas, dan insya Allah syaratnya itu mubah dan bukan sesuatu yg di haramkan, yaitu syarat membayar uang muka sebagai tanda keseriusan dalam jual beli.
Kita di ajarkan oleh Nabi Shallallahu alaihi wa salam untuk menjaga etika di dalam perkara jual beli, baik kita sebagai pembeli ataupun penjual.
لاَ يَبِعِ الرَّجُلُ عَلَى بَيْعِ أَخِيهِ وَلاَ يَخْطُبْ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ إِلاَّ أَنْ يَأْذَنَ لَهُ
“Janganlah seseorang menjual di atas jualan saudaranya. Janganlah pula seseorang melamar di atas khitbah saudaranya kecuali jika ia mendapat izin akan hal itu.” (HR. Muslim)
Ibnu Hajar al Asqalani mengatakan
الْبَيْعُ عَلَى الْبَيْعِ حَرَام
“membeli di atas belian orang lain, hukumnya haram” (Fathul Bari 4/353)
dan di perinci oleh beliau dalam praktiknya
أَوْ يَقُولَ لِلْبَائِعِ اِفْسَخْ لِأَشْتَرِيَ مِنْك بِأَزْيَدَ ، وَهُوَ مُجْمَعٌ عَلَيْهِ
“Batalkan saja transaksimu dengan pembeli pertama tadi, saya bisa beli lebih dari yang ia tawarkan”.
Jual beli semacam ini HARAM, dan disepakati oleh para ulama.
Bagaimana kemudian Nabi Shallallahu alaihi wa salam mengajarkan adab dan etika dalam jual beli agar tidak terjadi persengketaan antara sesama muslim bahkan manusia secara umum.
Maka dalam kasus di atas, penjual telah melakukan kezaliman terhadap ibu sebagai pembeli, di mana melakukan jual beli di atas pembelian yg telah di lakukan dan di sepakati harganya dengan ibu.
Ibu sampaikan saja tuntunan syariat kepada penjual. Semoga Allah Tabaraka Wata’ala memberikan hidayah kepada beliau.
Semoga Allah Subhana wa ta’ala memberikan pemahaman kepada kita semua agar berhati2 dalam bertransaksi.
Wallahu a’lam bish-showab.