Faktareview.com, Jakarta – Keterbukaan dan ketergatungan hubungan dagang antara Negara telah menimbulkan dampak yang sangat besar bagi perubahan sosial dan perekonomian. Di bidang ekonomi misalnya keterbukaan membuat kesempatan berdagang dan pekerjaan lintas Negara menjadi lebih mudah.
Di sisi lain juga menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat. Ketidakmerataan distribusi pendapatan antar Negara menimbulkan ketidakmerataan distribusi kesempatan dan lapangan pekerjaan antara Negara tersebut. Ketimpangan ini tergambar jelas dalam perkembangan angkatan kerja di Negara-negara dengan ekonomi kuat yang berlangsung jauh lebih pesat dibanding dengan penyerapan tenaga kerja di Negara-negara berkembang.
Tuntutan ekonomi dan kemiskinan, dan kurangnya peluang kerja serta penghasilan di bidang pertanian yang tidak memberikan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan di sisi lain kesempatan untuk bekerja di bidang industry dan rumah tangga di Negara-negara ekonomi kuat menjadi daya tarik yang kuat bagi tenaga kerja di Negara-negara berkembang seperti Indonesia. Banyak perempuan Indonesia yang berasal dari pedesaan yang tidak memilik skill yang memadai cenderung untuk memilih bekerja ke luar negeri dengan tawaran gaji yang relatif lebih besar.
Kondisi ini tentu memberikan keuntungan bagi pemerintah. Dimana dengan adanya tenaga kerja yang bekerja di luar negeri tentu dapat menghasilkan devisa bagi negara. Namun di sisi lain juga menciptakan problem tersendiri, seperti terjadinya kasus kekerasan yang menimpa tenaga kerja Indonesia di luar negeri.
Berbagai permasalahan yang terjadi terhadap TKI di luar negeri terutama tentang ketidaksesuaian antara pendapatan yang diharapkan dengan kenyataan, pelanggaran hak TKI, serta tindakan kesewenangan pihak majikan dalam memperlakukan TKI.
Selain faktor majikan, faktor yang lain yang timbul dari para calon TKI itu sendiri. Seperti rendahnya keahlian, TKI illegal yang tidak memiliki perlindungan hukum. Permasalahan-permasalahan tersebut menyebabkan banyaknya tindak kejahatan yang dilakukan para majikan terhadap TKI seperti pelanggaran HAM, pemerkosaan, dan lain sebagainya.
Persoalan di atas tak lepas dari carut marut standar operasional prosedur pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri. Disenyalir banyak perusahaan pengirim tenaga kerja Indonesia ke luar negeri mengirim TKI keluar negeri tanpa mempertimbangkan skill dan perlindungan hokum terhadap para TKI. Selain itu lambatnya pertumbuahan ekonomi Indonesia menciptakan surplus tenaga kerja. Dimana jumlah penawaran tenaga kerja lebih tingggi jumlahnya dibanding permintaannya. Badan Pusat Statistik merilis jumlah angkatan kerja pada Februari 2018 sebanyak 133,94 juta orang, naik 2,39 juta orang dibanding Februari 2017. Sejalan dengan itu, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) sebesar 69,20 persen, meningkat 0,18 persen poin.
Dalam setahun terakhir, pengangguran berkurang 140 ribu orang, sejalan dengan TPT yang turun menjadi 5,13 persen pada Februari 2018. Dilihat dari tingkat pendidikan, TPT untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) tertinggi diantara tingkat pendidikan lain, yaitu sebesar 8,92 persen. Penduduk yang bekerja sebanyak 127,07 juta orang, bertambah 2,53 juta orang dibanding Februari 2017. Lapangan pekerjaan yang mengalami peningkatan persentase penduduk yang bekerja terutama pada Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (0,68 persen poin), Jasa Lainnya (0,40 persen poin), dan Industri Pengolahan (0,39 persen poin). Sementara lapangan pekerjaan yang mengalami penurunan adalah Pertanian (1,41 persen poin), Konstruksi (0,20 persen poin), dan Jasa Pendidikan (0,16 persen poin). Sebanyak 73,98 juta orang (58,22 persen) penduduk bekerja di kegiatan informal, akan tetapi persentasenya menurun sebesar 0,13 persen poin dibanding Februari 2017. Dari 127,07juta orang yang bekerja, sebesar 7,64 persen masuk kategori setengah menganggur dan 23,83 persen pekerja paruh waktu. Dalam setahun terakhir, setengah penganggur dan pekerja paruh waktu naik masing-masing sebesar 0,02 persen poin dan 1,31 persen poin.
Masih tingginya surplus tenaga kerja membuat tenaga kerja yang berpendidikan rendah kesulitan memperoleh pekerjaan di dalam negeri mendorong sebagian pekerja mengadu nasib di luar negeri.
Menurut Badan Pusat Statistik tercatat tingkat tenaga kerja berdasarkan pendidikan di Indonesia mayoritas lulusan Sekolah Dasar (SD) ke bawah. Angkanya mencapai 50,98 juta orang atau 42,13 persen. Sementara banyak perusahaan di Indonesia lebih membutuhkan tenaga kerja yang memiliki keahlian, akibatnya Semakin sedikit kesempatan kerja untuk para lulusan SD. Kondisi ini diperburuk tidak adanya sistem jaminan sosial yang memadai, sehingga tenaga kerja unskilled labor memilih untuk mencari kerja ke luar negeri. (YN-T)