Senja telah tertelan malam , Gelap-pun serasa semakin kelam , Satu sisi hati mencoba tuk ku-singkap , Dalam sepi hati yang meratap , inilah wajah akhir ramadhanku antara bahagia dan pilu menyatu lantas kusebut apa ini .
Kusapa jiwa jiwa yang merindu nun jauh di sana , Adakah ia juga merasakan , Kerinduan hati yang sedang mendera , Menyiksa bathin yang tak terelakkan .
Namun rasa rindu tidak hanya kata Tidak juga sekedar ungkapan , Dia hadir dari dalam jiwa Yang berbalut rasa dan kesetiaan .
Dalam tanya ku ucap kata , Masihkah kau selalu merindukan kehadiran-nya ? .
Rasa rindu , seringkali hadir dipelataran hati setiap insan , mengusik riuh dengan gemuruh yang menggebu , tapi hanya mampu bisingkan hati di kesunyian , tersebab bila hingar bingar kehidupan kembali menyapa , ia akan pula kembali terendap bersama lara yang mendera .
Begitu tenang dan damai ia terpasung diendapan lara , bila keramaian tengah mengusik , tak terlihat kepongahan sedikitpun yang tersirat diteduh wajahnya , sungguh begitu pandai ia merawat diri agar tak kentara betapa keinginan itu menggebu .
Hanya sebuah kerinduan bukan kegilaaan yang meraja , lalu mengapa ia hanya diam tak inginkah menemui jawaban ? Agar tak lagi tersembunyi menjadi sebuah lara hati .
Dalam hening , pikiran dan hati akan merasakan sesuatu yang tenang , yang melampaui kesedihan dan kegembira`an .
dalam hiruk-pikuk dunia , kita kerap lupa atau tak mengakui bahwa diri ini hanya setitik debu di tengah semesta , merasa besar , kuat , punya sesuatu , entah itu kekayaan , pengetahuan , kekuasa`an .
Jika perasaan ‘besar’ ini begitu tebal , kadang dibutuhkan pengalaman langsung untuk merasakan betapa kecil dan lemahnya diri atau bahkan mungkin hingga ke titik kita tenggelam pupus dalam perasaan kehadiran ilahi ,
bayangkan saat engkau sendiri di puncak gunung tinggi yang sunyi , memandang angkasa , mungkin engkau akan sadar betapa tiada berartinya wujudmu saat melihat awan yang bergumpal merentang begitu jauh ke ufuk , bintang di langit yang begitu banyak .
Atau di masa pemudik meninggalkan rumahnya menuju kampong halamannya , berjalanlah sejenak menelusuri jalan sunyi , bayangkan jalan-jalan di kota tampa lampu , tanpa kendaraan . Hanya engkau sendiri di bawah langit malam penuh bintang .
Dalam keheningan akan lebih besar kemungkinan untuk dekat dengan diri sendiri sebagaimana adanya , bukan dekat dengan pikiran-pikiran tentang diri kita sendiri
Dalam hening yang sesungguhnya , engkau akan melihat keindahan yang setia menunggu untuk disaksikan oleh dirimu . Keindahan itu ada di dalam dirimu sendiri .
Cobalah gunakan imajinasi semacam ini :
sekuntum bunga yang sangat indah tumbuh bersemi di tengah lebatnya hutan hening dan sunyi , lantas , untuk siapa keindahan itu ?
Bunga indah itu , ada dalam dirimu , atau bahkan , ia adalah hakikat dirimu ‘-‘ .
Ramadhankù yang pilù …
è m b u n b è n i n g .
Sumber: Sajak Islam/Moch Anshary