Seorang musafir lewat di suatu kampung. Ia melihat penduduk kampung lagi berkumpul ramai sekali. Mereka sepertinya lagi mengadakan musyawarah besar.
Setelah mencari tahu, ternyata penduduk kampung itu lagi membicarakan siapa yang mau menjadi ketua kampung. Ia menjadi heran, kenapa orang-orang ini justru mencari siapa yang mau menjadi pemimpin, karena menurut kebiasaan orang malah rebutan untuk jadi pemimpin.
Rupanya ada suatu tradisi aneh di kampung itu. Setiap seorang pemimpin selesai menjalankan tugas, ia akan dibuang ke suatu tempat yang sangat berbahaya. Di padang pasir yang dipenuhi binatang buas dan berbisa. Setiap orang yang masuk ke sana mustahil bisa keluar lagi dengan selamat.
Setelah berpikir sejenak ia menawarkan diri untuk jadi pemimpin di kampung itu. Tentu saja penduduk kampung menjadi heran sekaligus senang. Dengan penuh yakin ia menanda tangani perjanjian untuk menjadi pemimpin dan siap dibuang setelah 10 tahun menjalankan tugas.
Namun musafir ini ternyata seorang yang sangat cerdas. Pantas sekali ia berani menawarkan diri jadi pemimpin negeri itu.
Di tahun pertama dan kedua ia mengumpulkan dana yang sangat besar. Pada tahun ketiga ia menugaskan orang untuk membuat jalan ke padang pasir tempat yang akan dijadikan tempat pembuangannya. Tahun keempat ia membersihkan tempat itu dari binatang buas dan berbisa. Tahun kelima ia memerintahkan orang untuk mengalirkan air dan menanaminya dengan berbagaimacam tumbuh-tumbuhan. Tahun keenam sampai kedelapan ia menyulap daerah itu menjadi kota yang sangat megah dan membuat istana yang indah untuk tempat ia ketika dibuang nanti.
Akhirnya pada tahun kesembilan ia justru merindukan jabatannya segera berakhir, karena ia tidak sabaran lagi untuk menempati rumah masa depannya.
Itulah gambaran dunia dan akhirat bagi orang yang sadar. Orang yang merasa cemas akan kematian karena ia membiarkan rumah masa depannya dipenuhi binatang buas dan berbisa. Rumahnya hancur berantakan, bahkan dipenuhi api. Tapi bila kita persiapkan dengan segala amal shaleh, justru akan membuat kerinduan untuk segera menuju ke sana. Ia malah merasa asing dan tidak betah di dunia yang fana ini, karena harap menempati kampung nan indah di seberang sana.
Orang yang cerdas adalah yang mempersiapkan diri untuk kehidupan yang tiada berakhir. Dan orang yang teramat bodoh adalah orang yang mengorbankan kehidupan yang abadi demi kesenangan yang hanya sekejap.
(Cuplikan khutbah jum’at DR. Jamal Abdus Sattar di mesjid as Salam Hayyul ‘Asyir – Nasr City).
Sumber: FB Hmbc Rikrik Rizkiyana